Senin, 22 Juni 2015

Pasuteri Bermesraan di Siang Hari Bulan Ramadhan Hingga Keluar Mani, Apakah Batal Puasanya??

Tanya: Assalamu'alaikum ustaz apakah bermesraan dengan isteri atau sebaliknya saat puasa hingga keluar mani batal puasanya? Dalam hadits disebutkan, "Dia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Aku, dan puasanya itu untuk-Ku." (HR. Al-Bukhari & Muslim) mohon penjelasannya.

Jawab: Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Suami Isteri diperbolehkan bermesraan di siang hari bulan Ramadhan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:


 كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ 

“Dahulu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa alihi sallam pernah mencium dan bermesraan dengan istrinya saat berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling kuat menahan keinginannya (untuk berjima').” (HR. Al-Bukhari) 

'Umar bin Al-Khatthab pernah bangkit syahwatnya lalu mencium isterinya saat berpuasa. Lantas beliau datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal besar yang dilakukannya, maka Rasulullah tidak melarangnya. (HR. Ahmad 1/136, 354, 132, 350 dalam Musnadnya, “Sunanul Kubra” Al-Imam Al-Baihaqi 4/218, sanadnya shahih 'ala syarth Muslim, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam "Shahih Sunan Abi Dawud" no. 2385) 

Ibnu Hazm Al-Andalusi meriwayatkan dari Yahya bin Sa’iid Al-Qatthan, dari Hubaib bin Syihab dari bapaknya, bahwa beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Abu Hurairah tentang seorang pria yang mendekat kepada isterinya saat puasa?

Beliau menjawab, “Bahkan aku melumati kedua bibir isteriku sedang aku berpuasa.” 

Dari jalan yang shahih riwayat Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa beliau ditanya:


 سئل أتقبل و أنت صائم ؟ قال : نعم ، و أقبض على متاعها 

“Apakah engkau mencium isterimu saat berpuasa? Beliau menjawab, “Ya aku menciumi isteriku, bahkan aku meremas kemaluannya.” (Al-Muhalla 6/212 tahqiq Syaikh Ahmad Syakir) 

Sudah barang tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya mencium dan bermesraan dengan isteri-isterinya saat berpuasa disertai syahwat (yang halal). Sedangkan riwayat yang dikutip oleh saudara penanya, "meninggalkan syahwatnya...." maknanya tiada lain meninggalkan jima' (bersetubuh dengan isteri), seperti yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al-'Asqalani sekalipun tidak keluar mani. Itu hal yang wajib ditinggalkan oleh orang yang berpuasa, karena jima' membatalkan puasa. 

Adapun pasuteri bermesraan sampai keluar mani saat berpuasa, maka hukumnya diperselisihkan oleh para Ulama. Pendapat yang raajih (kuat) adalah mubah selama mampu mengendalikan syahwatnya dari berbuat jimaa'. Hakiim bin ‘Iqaal bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:


 ما يحرم عليّ من امرأتي وأنا صائم؟ قالت: فرجها 

"Apa saja yang diharamkan atasku dari isteriku jika aku sedang berpuasa?, 'Aisyah menjawab, "Kemaluannya”. (Riwayat At-Thahawi dalam "Syarh Ma’anil Atsar" 1/347, Ibnu Hajar Al-'Asqalani dalam "Fat-hul Bari" 4/177 sanadnya shahih sampai kepada Hakim, dan Hakim adalah Imam dari kalangan Tabi'in dinilai tsiqah oleh Ibnu Hibban dan Al-'Ajili)

Dalam riwayat lain 'Aisyah mengatakan, "Segala sesuatu dihalalkan (bagi suami atas isterinya saat puasa) selain jima'." (Riwayat ‘Abdurrazzaq dalam Mushannafnya no. 8439) 

Imam dari kalangan Tabi’in, Jabir bin Zaid pernah ditanya:


 عن رجل نظر إلى امرأته في رمضان فأمنى من شهوتها هل يفطر ؟ قال : لا ، و يتم صومه. أخرجه ابن أبي شيبة 

“Tentang seseorang yang memandangi isterinya di bulan Ramadhan sampai keluar mani karena syahwatnya, apakah batal puasanya?” Jabir menjawab, “Tidak dan hendaknya ia sempurnakan puasanya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam “Mushannaf” no. 9480, para perawinya tsiqah selain Habiib bin Abi Habib Yazid Al-Jarami sehingga sanad hadits ini hasan, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani membawakan riwayat ini dalam “Al-Fath” 4/151) 

Maka pasangan suami isteri yang bermesraan di siang hari bolong sampaipun keluar mani hal itu diperbolehkan dan tidak membatalkan puasanya, selama dapat mengendalikan syahwatnya dari jima'. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam "Al-Muhalla" dan dipilih oleh Syaikh Al-Albani dalam "Tamamul Minnah". 

Adapun menyamakan keluarnya mani (karena masturbasi) dengan jima' maka ini adalah qiyas yang rusak. Sebab berjima' sekalipun tidak keluar mani dapat membatalkan puasa. Sedangkan sesuatu itu dianggap sebagai pembatal puasa haruslah dilandasi dalil yang shahih dan sharih. Bukan berdasarkan ta'wil sama halnya dengan pembatal-pembatal shalat. Maka dalam hal ini tidak ada dalil yang shahih dan sharih yang menunjukkan keluarnya mani selain jima' membatalkan puasa, justru sebaliknya. 

Kendati demikian, orang yang melakukan onani atau masturbasi saat puasa tentu akan mempengaruhi pahala puasanya, bahkan boleh jadi ia tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan dahaga.

Fikri Abul Hasan

1 komentar: