Jumat, 11 Desember 2015

Najis 'Aini & Najis Maknawi

Najis artinya lawan dari yang suci. Secara istilah najis pengertiannya sesuatu yang dianggap kotor secara syar’i dan wajib mensucikan diri darinya dengan mengalirkan air pada bagian tubuh yang terkena najis tersebut. (Shohih Fiqh 1/71)

Benda-benda yang tergolong najis menurut syariat hanyalah benda-benda kotor yang dinilai najis oleh Allah dan Rosul-Nya ﷺ. Sebab terlalu banyak benda-benda yang dianggap kotor oleh manusia namun tidak dianggap najis oleh syariat. Dengan kata lain yang najis sudah pasti kotor dan yang kotor belum tentu najis.

Oleh karena itu, menentukan suatu benda itu tergolong najis atau bukan harus merujuk kepada dalil-dalil syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an was Sunnah. Tidak ada ruang bagi akal dan perasaan untuk memutuskan. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh kaidah yang telah ma'ruf:

"Hukum asal segala sesuatu itu suci selama tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan kenajisannya maka sesuatu itu tetap pada hukum asalnya.” (Syarh Al-Waroqot 5/16)

Dalil yang mendasari kaidah ini adalah firman Allah ta’ala:

هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا

“Dialah (Allah) yang menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di muka bumi.” (Al-Baqoroh: 29)

Contoh benda najis secara dzatnya atau yang dikenal dengan istilah "najis 'aini" seperti air kencing manusia. Kenajisannya ditunjukkan oleh riwayat Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu beliau menceritakan ada seorang Arab badui yang kencing di salah satu area masjid maka Nabi ﷺ memerintahkan para shohabatnya mengambil air lalu disiram agar bekas najisnya hilang. (Lihat Shohih Al-Bukhori 6025 dan Muslim 284)

Namun perlu dimengerti, bahwa setiap yang najis maka tidak boleh dimakan, berbeda dengan setiap yang tidak boleh dimakan belum tentu najis. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menuturkan:

كل نجس محرم الأكل وليس كل محرم الأكل نجسا

“Setiap yang najis hukumnya harom dimakan namun tidak setiap yang harom dimakan tergolong najis.” (Majmu’ Fatawa 21/16)

Benda yang harom dikonsumsi tetapi tidak najis secara dzatnya atau secara 'aini seperti bubuk heroin, sabu-sabu, minuman memabukkan, semuanya tergolong khomr yang harom. Tetapi secara dzatnya benda-benda tersebut tidaklah tergolong benda najis. Sebab tidak ada dalil yang shohih dan shorih (tegas) menunjukkan kenajisannya. Maka kembali kepada hukum asal yaitu suci secara dzatnya meski harom dikonsumsi.

Selain najis 'aini, para Ulama juga menjelaskan di sana ada "najis maknawi" yaitu najis secara maknanya berupa kekafiran, kesyirikan, kebid'ahan. Semua itu termasuk i'tiqod (keyakinan) atau perbuatan yang najis. Karenanya Allah menyebutkan di dalam Al-Qur'an, “Orang-orang musyrik itu adalah najis”. Yakni najis keyakinannya bukan najis fisiknya menurut pendapat yang lebih kuat.

Sama halnya dengan orang yang menenggak khomr yang cair maupun yang padat, main judi offline atau online, semuanya perbuatan najis yakni najis secara maknawi bukan najis secara dzatnya. Sebab itu Allah singgung di dalam Al-Qur'an dengan redaksi, "Termasuk perbuatan syaithon.."

Adapun cara membersihkan najis 'aini yang terkena anggota badan adalah dengan mengalirkan air sampai hilang tanda-tanda najisnya yang meliputi warna, rasa, bau. Sedangkan cara membersihkan najis maknawi adalah dengan bertaubat kepada Allah dan membekali diri dengan ilmu syar'i, wa billaahit tawfiq.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar