Selasa, 27 September 2016

Hadits Palsu Menyambut Tahun Baru Islam Muharrom

Dalam sebuah riwayat disebutkan:

من صام آخِر يوم من ذي الحجَّة، وأول يوم من المحرَّم، فقد ختم السَّنة الماضية، وافتتح السنة المستقبلة بصوم جعله الله كفَّارة خمسين سنة

“Barangsiapa berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharrom, sungguh dia telah menutup tahun lalunya dengan puasa dan membuka tahun barunya dengan puasa. Allah menjadikan baginya kaffarah (penggugur dosa) selama limapuluh tahun.”

Hadits ini dinilai palsu oleh para Ulama karena dalam sanadnya ada dua rowi pendusta dan pemalsu hadits yaitu Al-Harowi dan Wahb. (Al-Maudhu’at 2/566 - Ibnul Jauzi)

Akan tetapi bila seseorang ingin berpuasa di awal bulan karena fadhilah (keutamaan) bulan Muharrom secara umum maka hukumnya dianjurkan. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah bulan Romadhon adalah puasa di bulan Allah Muharrom.” (HR. Muslim 1163)

Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafii menjelaskan, “Hadits ini sebagai penegasan bahwa Muharrom adalah seutama-utama bulan untuk berpuasa (setelah Romadhon).” (Syarh Shohih Muslim 8/55)

Adapun perayaan tahun baru Islam yang dilakukan oleh sebagian umat Islam maka perbuatan ini sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau maupun para Ulama madzhab yang empat. Beliau shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak bersumber dari ajaran kami maka tertolak." (HR. Muslim 1718)

Ada penjelasan yang bagus dari Syaikh Al-'Allamah Al-'Utsaimin terkait perayaan dalam Islam:

تخصيص الأيَّام أو الشَّهور، أو السَّنوات بعيدٍ مرجعه إلى الشَّرع وليس إلى العادة؛ ولهذا لما قَدِمَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ، وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا؛ فَقَالَ: «مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ»؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ؛ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمَ الْأَضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ»

"Pengkhususan hari-hari tertentu, bulan-bulan tertentu, tahun-tahun tertentu sebagai hari raya maka kembali pada ketentuan syariat, bukan kepada adat (kebiasaan). Sebab ketika Nabi shollallahu ‘alaihi wa 'ala alihi wasallam mendatangi Madinah penduduknya punya dua hari raya yang dengannya mereka bersenang-senang, maka beliau bertanya, “Ini dua hari apa?” Mereka berkata, “Inilah hari yang kami biasa bersenang-senang di masa jahiliyyah. Maka Rosulullah shollalahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik yaitu hari raya ‘Iedul Adh-ha dan ‘Iedul Fithri.“

ولو أنَّ الأعياد في الإسلام كانت تابعة للعادات لأحدَثَ النَّاس لكلِّ حدَثٍ عيدًا، ولم يكن للأعياد الشرعيَّة كبير فائدة

Andaikata hari-hari perayaan dalam Islam itu mengikuti kebiasaan masyarakat, maka manusia akan mengada-ada sekehendaknya setiap kali ada kesempatan dijadikan sebagai hari raya, sementara hari-hari perayaan yang syar’i tidak menjadi lebih besar faidahnya.

ثمَّ إنَّه يُخشَى أنَّ هؤلاء اتخذوا رأس السَّنَةِ أو أوَّلها عيدًا متابعةً للنَّصارى ومضاهاةً لهم؛ حيث يتخذون عيدًا عند رأس السَّنة الميلاديَّة 

Kemudian sangat dikhawatirkan bahwa apa yang mereka perbuat itu dengan merayakan akhir tahun hijriyyah atau di awal tahunnya termasuk perbuatan latah mengikuti kebiasaan orang-orang Nashroni dan menyerupai mereka karena mereka menjadikan penghujung tahun masehi sebagai momentum berhari raya." (Majmu' Fatawa wa Rosa'il 16/126)

Tidak dinafikan bahwa bulan Muharrom termasuk bulan harom yang Allah agungkan dalam Al-Qur'an. Allah berfirman:

إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم

"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan harom. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di keempat bulan itu.” (At-Taubah: 36)

Akan tetapi pengagungan terhadap bulan-bulan ini direalisasikan dengan cara mengupayakan amal sholih serta menjauhi perbuatan dosa dan kezaliman. Bukan dengan cara yang mengada-ada yang tidak ada landasan dalilnya dari Al-Qur'an was Sunnah. Qotadah berkata:

العمل الصالح أعظم أجرا في الأشهر الحرم، والظلم فيهن أعظم من الظلم فيما سواهن ، وإن كان الظلم على كل حال عظيما 

"Amalan sholih yang dilakukan di bulan-bulan harom (Dzulqo'dah, Dzulhijjah, Muharrom, Rojab) adalah sebesar-besarnya pahala. Sebaliknya perbuatan zalim yang dilakukan di bulan-bulan tersebut adalah sebesar-besarnya kezaliman. Kendati kezaliman itu sendiri adalah perkara yang berat." (Tafsir Al-Baghowi Surat At-Taubah ayat 36)

Syaikh Al-'Allamah Bakr Abu Zaid berkata, "Tidak ada sedikitpun riwayat yang tsabit (akurat) mengenai dzikir maupun doa awal tahun pada bulan Muharrom. Sungguh manusia telah mengada-ngada dalam perkara ini, baik lafal-lafal doa (yang dikhususkan), dzikir-dzikir, perayaan, puasa awal tahun, dan menghidupkan malam dari awal bulan Muharrom." (Tash-hihud Du'a hal. 107)
_____________

Fikri Abul Hasan

2 komentar:

  1. Assalamualaikum gimana ustadz kalau sudah terlanjur ngasih sumbangan tuk acara tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Segera mohon ampun kepada Allah, menyesali, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Sampaikan nasehat kepada yang bersangkutan seperti yang kami uraikan di atas.

      Hapus