Rabu, 03 Februari 2021

Pentingnya Hikmah dalam Berdakwah

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab (yang acapkali dilabeli Wahhabi oleh sebagian orang) dalam perjalanan safarnya ke Makkah, beliau melihat ada salah seorang alim dari ulama Makkah yang beliau merasa takjub dengan ilmu yang disampaikan di majelisnya.

Ulama ini, seusai mengisi pelajaran, beliau bangkit dari tempat duduknya sembari berkata, "Yaa Ka'batallah..!" (wahai Ka'bah Allah dimaksudkan memohon kepada Ka'bah).

Hal itu dianggap bukan masalah sepele oleh Syaikh Muhammad, lantaran perkataannya itu termasuk ucapan syirik sedang ulama tersebut tidak menyadarinya.

Maka Syaikh Muhammad berupaya untuk mengingatkannya dengan cara yang tenang dan hikmah. Beliau mendatangi ulama tersebut dan sebelumnya beliau mengakui keilmuannya dan mengucapkan jazaakallah kher. 

Lalu beliau berkeinginan membacakan hafalan surat-surat kepada ulama tersebut dan ulama itu pun menyambutnya. Tibalah beliau membaca surat Quraisy yang semestinya dibaca, "Fal ya'buduu robba haadzal bait.." (maka hendaklah mereka menghamba kepada Robbnya Ka'bah ini), tetapi beliau sengaja membacanya dengan, "Fal ya'buduu haadzal bait.." (maka hendaklah mereka menghamba kepada Ka'bah ini).

Mendengar kesalahan bacaannya itu, si ulama memperbaikinya dengan mengajari bacaan yang benar, "Fal ya'buduu robba haadzal bait.." (maka hendaklah mereka menghamba kepada Robbnya Ka'bah ini), sembari menegaskan ibadah itu hanya untuk Allah bukan untuk Ka'bah.

Syaikh Muhammad berkata, "Aku membaca seperti itu karena aku mempelajarinya dari engkau wahai Syaikh, aku mendengar engkau bangkit dari tempat dudukmu mengucapkan, "Yaa Ka'batallah..!"

Maka ulama tersebut meralat ucapannya dan mendoakan kebaikan bagi Syaikh Muhammad, "Fatahallahu 'alaik wa jazaakallah kher". (Syarh Al-Kafiyah 4/410 dengan sedikit penyesuaian)

Faidah yang dapat kita ambil dari kisah ini bahwa siapa saja yang menginginkan kebaikan orang lain hendaklah dia menempuh sikap hikmah sekalipun terhadap orang yang bersebrangan dengannya.

Adakalanya seseorang itu terjatuh dalam kesalahan karena dia tidak menyadarinya atau karena kelemahannya, bukan karena sengaja-sengaja menentang Allah dan Rosul-Nya ﷺ.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar