Rabu, 19 September 2018

Amalan yang Diada-adakan Pasca Wafatnya Al-Husain

Syaikhul Islam ibnu Tamiyyah, “Pasca terbunuhnya Al-Husain rodhiyallahu ‘anhu orang-orang mengada-adakan amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rosulullah ﷺ dan para Shohabat beliau yang masih hidup kala itu.

Pertama, mengungkapkan kesedihan dan ratapan yang dilakukan setiap hari ‘Asyuro (10 Muharrom) dengan menampar-nampar wajah, tangisan, kehausan dan melantunkan bait-bait syair kesedihan. Juga amalan-amalan lain yang diada-adakan seperti mencaci dan melaknat para Shohabat Nabi rodhiyallahu ‘anhum dan menggolongkan orang yang tidak berdosa bersama pelaku yang sebenarnya.

Kemudian mereka membacakan peristiwa tentang terbunuhnya Al-Husain yang kebanyakannya berisi kedustaan dan cerita-cerita fiktif. Orang yang membikin amalan yang mengada-ada seperti ini tiada lain bertujuan untuk membuka pintu fitnah dan memecah belah umat. Jika tidak demikian maka apalagi maksud mereka mengulang-ngulang pembacaan peristiwa ini setiap tahun dengan melukai diri hingga berdarah, mengagungkan dan bergantung kepada masa lampau serta mengusap-usap kuburan?

Kedua, bersenang-senang dan bergembira ria dengan membagi-bagikan makanan dan manisan, dan menggembirakan keluarganya pada hari terbunuhnya Al-Husain.

Sebagaimana yang telah diketahui, dahulu di Kufah ada orang-orang yang membela Ahlul Bait yang dipimpin oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid, seorang pendusta yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Di sisi lain ada pula orang-orang yang membenci Ahlul Bait di antaranya Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi. Maka penyimpangan tidaklah dibantah dengan penyimpangan, akan tetapi dibantah dengan sunnah Nabi ﷺ. Allah berfirman,  “Yaitu apabila orang-orang yang ditimpa musibah mereka mengucapkan, “Innaa lilaahi wa innaa ilaihi rooji’uun” Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (Mukhtashor Minhajussunnah 5/554-555 - Hiqbah minat Tarikh hal. 230)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar