Senin, 06 Juli 2015

Siapakah Ahlussunnah wal Jama'ah?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

فلفظ أهل السنة يراد به من أثبت خلافة الخلفاء الثلاثة فيدخل في ذلك جميع الطوائف إلا الرافضة وقد يراد به أهل الحديث والسنة المحضة فلا يدخل فيه إلا من يثبت الصفات لله تعالى ويقول إن القرآن غير مخلوق وإن الله يرى في الآخرة ويثبت القدر وغير ذلك من الأصول المعروفة عند أهل الحديث والسنة

“Lafal Ahlussunnah terkadang dimaksudkan bagi orang-orang yang menetapkan kekhilafahan yang tiga (Abu Bakr, 'Umar, Utsmaan). Maka termasuk dalam pengertian ini adalah semua kelompok-kelompok selain “ Syi'ah Rafidhah”. Akan tetapi, lafal Ahlussunnah terkadang juga dimaksudkan bagi Ahlul Hadits atau orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah saja. Maka tidak termasuk dalam pengertian ini selain orang-orang yang menetapkan sifat-sifat Allah, dan meyakini Al-Qur’an itu (kalamullah) bukan makhluk, dan Allah akan dilihat di Akhirat, menetapkan taqdir Allah dan selain itu yang menjadi prinsip-prinsip yang ma'ruuf di kalangan Ahlul Hadits dan Ahlussunnah.” (Minhajussunnah An-Nabawiyyah 2/163)


Maka kata Ahlussunnah bisa bermakna umum, bisa pula bermakna khusus. Syaikh Abdussalam bin Salim As-Suhaimi berkata, "Adapun makna Ahlussunnah secara umum adalah semua pihak yang menisbatkan kepada Islam selain “Syi'ah Rafidhah”. Sedangkan makna Ahlussunnah secara khusus adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi saja dan selamat dari kebid’ahan. Maka keluar dari pengertian yang khusus ini segenap Ahlul Ahwa’ dan Ahlul Bida’ semisal Khawarij, Jahmiyyah, Murji’ah, Syi’ah dan selain mereka yang termasuk Ahlul Bid’ah. (Kun Salafiyyan ‘ala Jaddah hal.28)

Ahlussunnah adalah para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena mereka menerima dari beliau prinsip-prinsip aqidah secara langsung, sebagaimana mereka menerima dari beliau prinsip-prinsip dalam hal ibadah. Maka para Shahabat adalah orang yang paling mengerti tentang sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan orang yang paling mengikuti beliau, ketimbang orang-orang yang ada setelah mereka. Termasuk Ahlussunnah juga adalah Tabi’in yakni orang-orang yang mengikuti para shahabat Nabi dalam kebaikan. Dan termasuk juga orang-orang yang meniti jejak para Taabi’in tersebut di setiap zaman dan tempat, dan pemimpin-pemimpin mereka ialah Ahlul Hadits dan Ahlul Atsar.

Ketika gelar Ahlussunnah ini dimutlakkan kepada para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti cara beragama mereka di atas petunjuk, maka berbagai kelompok-kelompok sempalan yang ada mereka menyelisihi gelaran ini. Akan tetapi yang menjadi ibrah (patokan) adalah kenyataan bukan pengakuan semata.

Setelah munculnya kebid’ahan-kebid’ahan di antara umat Islam dan begitu banyak bermunculan aliran-aliran pemahaman sesat, maka setiap aliran tersebut menyeru kepada kebid’ahan mereka dan hawa nafsunya. Namun bersamaan dengan itu pula setiap aliran tersebut menisbahkan kesesatan pemahamannya secara nyata kepada Islam. Maka berangkat dari kenyataan itulah Ahlul Haq harus dikenali dengan nama-nama yang berbeda dengan Ahlul Batil (Ahlul Bid’ah) serta orang-orang yang menyimpang dari aqidah yang benar. Maka disampaikanlah ketika itu nama-nama mereka yang syar’i yang bersumber dari Islam. Di antara nama-nama mereka adalah, “Ahlussunnah wal Jama’ah, Al-Firqatun Najiyah, At-Tha’ifah Al-Manshurah, Ahlul Hadits wal Atsar, As-Salafiyun.”

Orang yang mau memperhatikan dengan seksama nama-nama ini, maka akan nampak jelas baginya bahwa nama-nama tersebut semuanya menunjukkan kepada Islam yang murni. Sebagian dari nama-nama tersebut ditetapkan oleh dalil, dan sebagian lagi dilatari upaya merealisasikan Islam dengan manhaj yang benar. Nama-nama tersebut menyelisihi nama-nama Ahlul Bid’ah dan gelar-gelar mereka.

Nama-nama Ahlul Bid’ah dan gelar mereka itu kembali kepada penisbatan-penisbatan seseorang. Seperti pemahaman "Al-Jahmiyyah" karena dinisbatkan kepada seorang tokoh yang bernama Al-Jahm bin Shafwaan, pemahaman "Az-Zaidiyyah" dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Al-Husain, pemahaman "Al-Kullabiyyah" dinisbatkan kepada Abdullah bin Kullab, pemahaman "Al-Karramiyyah" dinisbatkan kepada Muhammad bin Karram, pemahaman "Asy'ariyyah" dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-’Asy’ari.

Ada pula dari gelar-gelar Ahlul Bid’ah tersebut yang kembali kepada pokok pemahaman bid’ah mereka. Seperti "Ar-Rafidhah" karena rafdh (penolakan) mereka terhadap Zaid bin Ali, atau karena penolakan mereka terhadap Abu Bakr dan Umar. "An-Nawashib" karena kebencian mereka terhadap Ahlul Bait. "Al-Qadariyyah" karena perkataan mereka tentang qadar (taqdir). "Ash-Shufiyyah" karena pakaian mereka yang terbuat dari Shuuf. "Al-Bathiniyah" karena persangkaan mereka bahwa nash itu ada yang lahir dan ada yang batin. "Al-Murji’ah" karena irja’ mereka terhadap amalan-amalan dari nama iman (yakni amalan tidak mempengaruhi iman).

Ada pula dari gelar-gelar Ahlul Bid’ah tersebut yang disebabkan karena keluarnya dari aqidah kaum Muslimin dan jama’ah mereka. Seperti "Al-Khawarij" karena khuruj (keluar atau memberontak) atas amirul mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. "Al-Mu’tazilah" karena pemimpin mereka Washil bin ‘Atha’ yang memisahkan diri (i’tizaapl) dari majlis Al-Hasan Al-Bashri. (Kun Salafiyyan ‘alal Jaddah hal. 28 – 30)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar