Kamis, 01 Agustus 2019

Bolehkah Berpuasa Selama 9 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah?

Dari Hunaidah bin Kholid, dari isterinya berkata, sebagian isteri Nabi menceritakan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

كان يصوم يوم عاشوراء وتسعا من ذي الحجة وثلاثة أيام من الشهر أو الإثنين من الشهر وخميسين

"Dahulu berpuasa pada hari Asyuro (10 Muharrom), sembilan hari pertama Dzulhijjah, tiga hari setiap bulan, dan puasa senin kamis." (HR. Ahmad 22388, Abu Dawud 2437, An-Nasa'i 2681 & 2725 dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani "Shohih Sunan Abi Dawud" 2437)

Hadits ini dalil yang shorih (tegas) dianjurkannya berpuasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, dan ini pendapatnya jumhur (mayoritas) Ulama seperti yang disebutkan oleh Syaikh Al-'Allamah Abdurrohman bin Qosim dalam "Hasyiah Ar-Roudhil Murbi'".

Di antara Ulama ada yang menerjemahkan التسع (sembilan) dalam hadits tersebut dengan التاسع (hari ke sembilan Dzulhijjah yaitu hari Arofah) dalilnya: 

يكفر السنة الماضية والباقية

"Puasa Arofah itu menggugurkan dosa-dosa setahun sebelumnya dan setelahnya.” (HR. Muslim 1162)

Akan tetapi pemahaman seperti itu tidak benar. Para Ulama Lajnah Da'imah yang diketuai Syaikh Al-'Allamah Abdul Aziz bin Baz mengatakan, ta'wil seperti itu tidak dapat diterima karena sembilan (التسع) yang disebutkan dalam hadits jelas berbeda dengan hari ke sembilan (التاسع).

Anjuran berpuasa sembilan hari juga ditunjukkan oleh keumuman riwayat Ibnu Abbas, bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء

“Tidaklah ada hari-hari dimana amalan sholih lebih Allah cintai selain hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para shohabat bertanya, “Wahai Rosulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?” Beliau bersabda, “Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali orang yang keluar berperang dengan jiwanya dan hartanya kemudian dia tidak kembali dengan sesuatupun.” (HR. Al-Bukhori 969, Abu Dawud 2438, At-Tirmidzi 757)

Al-Imam Ibnu Hazm berkata, "Kami berpendapat sunnahnya berpuasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah (tanggal 1 sampai 9) sebelum nahr (penyembelihan)." (Al-Muhalla 9/17)

Al-Imam An-Nawawi berkata, "Tidak dimakruhkan berpuasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah bahkan sangat dianjurkan terutama pada hari kesembilannya hari Arofah.” (Syarh Shohih Muslim 8/71)

Bagaimana dengan riwayat Aisyah yang tidak pernah melihat Nabi ﷺ berpuasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah?

Pernyataan Aisyah rodhiyallahu 'anha sama sekali tidak menafikan anjuran puasa selama sembilan hari pertama. Sama seperti keutamaan puasa Dawud meski yang sering dilakukan Nabi ﷺ puasa Senin Kamis. Jadi sunnah itu kadang ditunjukkan oleh ucapan beliau, kadang ditunjukkan oleh perbuatan beliau, kadang ucapan dan perbuatan beliau bersamaan.

Al-Imam At-Thohawi menjelaskan, "Boleh jadi saat itu Nabi ﷺ tidak berpuasa (seperti yang dikatakan Aisyah) karena jika beliau berpuasa maka beliau akan merasa lemah untuk mengerjakan amalan yang lebih agung kedudukannya dari puasa seperti sholat, dzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an. Hal itu sebagaimana riwayat Abdullah bin Mas’ud yang memilih ibadah yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Maka apa yang ditegaskan Aisyah karena beliau sibuk dengan ibadah yang lebih utama dari puasa. Meski puasa pada hari itu memiliki keutamaan besar seperti yang ditunjukkan dalam hadits. Namun tidak mengapa jika seseorang ingin berpuasa pada hari-hari tersebut, apalagi jika dia mampu menggabungkan antara puasa dengan amal ibadah yang lain dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah." (Musykilul Atsar 7/418)

Hadits Dho'if Keutamaan Puasa 10 Hari Pertama

Adapun riwayat yang banyak beredar di media sosial statusnya dho'if (lemah) tidak boleh disebarluaskan kecuali untuk menjelaskan keabsahannya. Redaksinya sebagai berikut:

 ما من أيام أحب إلى الله أن يتعبد له فيها من عشر ذي الحجة يعدل صيام كل يوم منها بصيام سنة وقيام كل ليلة منها بقيام ليلة القدر

"Tidaklah ada hari yang lebih dicintai Allah untuk beribadah padanya daripada 10 hari Dzulhijjah. Sehari puasa padanya sebanding dengan puasa setahun dan qiyamul lail setiap malamnya sebanding dengan qiyam lailatil qodr.”

Haditsnya dikeluarkan oleh At-Tirmidzi 758, Ibnu Majah 1728, Al-Bazzar 7816. Hadits ini dinilai dho'if oleh para Ulama karena dalam sanadnya ada rowi dho'if yaitu Nahhas bin Qohm dan Mas'ud bin Washil.

Al-Imam At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini ghorib!", Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-'Asqolani berkata, "Sanadnya dho'if!" (Fat-hul Bari 2/534), Syaikh Al-'Allamah Al-Albani juga mendho'ifkannya dalam Silsilah Adh-Dho'ifah 5142.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar