Jumat, 25 Mei 2018

Benarkah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mudah Mengkafirkan Kaum Muslimin? Apakah Kitab-Kitab Beliau Menjadi Sumber Inspirasi Ideologi Teroris?

Hukum takfir (memvonis kafir) adalah hak Allah dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wasallam. Hukumnya dikembalikan kepada dalil Al-Qur'an was Sunnah. Tidak seorangpun dari kaum Muslimin divonis kafir kecuali bila ada dalil yang membuktikan akan kekafirannya. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam telah mengingatkan: 

أيما رجل قال لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما إن كان كما قال وإلا رجعت عليه

"Siapa saja yang berkata kepada saudaranya, "Hai kafir!" maka akan terkena salah satunya. Apabila ucapannya itu benar maka akan berlaku, jika tidak maka akan kembali kepada orang yang mengucapkannya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Al-Hafidzh Ibnu Abdil Barr Al-Maliki menjelaskan:

وإذا قيل للمؤمن يا كافر فقد باء قائل ذلك بوزر الكلمة واحتمل إثما مبينا وبهتانا عظيما، إلا أنه لا يكفر بذلك؛ لأن الكفر لا يكون إلا بترك ما يكون به الإيمان وفائدة هذا الحديث النهي عن تكفير المؤمن وتفسيقه

"Apabila ada yang mengatakan pada seorang mukmin, "Hai kafir!" maka yang berkata itu akan terkena kesalahan ucapannya, menanggung dosa yang nyata dan tuduhan yang besar. Padahal si mukmin itu tidak kafir, karena kekafiran tidaklah terjadi kecuali dengan meninggalkan prinsip-prinsip keimanan. Hadits ini juga memberi faidah larangan gegabah mengkafirkan dan memfasikkan seorang mukmin." (Al-Istidzkar 8/548)

Takfir juga memiliki syarat-syarat yang harus diperhatikan dan terangkatnya penghalang-penghalang sebelum vonis dijatuhkan. Syaratnya antara lain si pelaku menyadari atas perkataan atau perbuatan kufur yang dilakukan. Sedangkan penghalangnya adalah kejahilan yaitu pelaku betul-betul tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu adalah kekufuran.

Di sini poin utama yang membedakan manhaj Ahlussunnah dengan manhaj Khowarij maupun Murji'ah dalam masalah takfir. Manhaj Ahlussunnah adalah pertengahan yaitu tidak ifroth (melampaui batas) seperti yang dianut oleh kaum Khowarij, dan tidak tafrith (bermudah-mudahan) seperti kaum Murji'ah. Manhaj pertengahan ini yang ditempuh oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab yang acapkali dilabeli "Wahhabi".

Berikut akan kami nukil pernyataan-pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rohimahullah- yang jauh dari manhaj Khowarij. Agar para pembaca mengerti bahwa beliau adalah Ulama yang sangat hati-hati dalam hal pengkafiran. 

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:

ولا نكفر إلا ما أجمع عليه العلماء كلهم، وهو الشهادتان ، وأيضاً نكفِّره بعد التعريف ، إذا عرف وأنكر

"Dan tidaklah kami memvonis kafir kecuali dalam perkara yang telah disepakati oleh para Ulama seluruhnya, yaitu dua kalimat syahadat. Dan juga kami memvonis kafir setelah memberi penjelasan yaitu apabila dia telah mengetahui namun tetap mengingkarinya." (Ad-Durorus Saniyyah 1/102)

Pernyataan beliau ini terkait rukun Islam yang lima. Para Ulama berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang meninggalkan empat rukun (sholat, zakat, puasa, haji) lantaran malas meski tetap meyakini kewajibannya. Akan tetapi dalam hal dua kalimat syahadat, para Ulama telah berijma' (bersepakat) bahwa orang yang meninggalkannya akan menjerumuskan dirinya kepada kekafiran. Dua kalimat syahadat yaitu syahadat tauhid yang lawannya syirik dan syahadat tho'ah yang lawannya bid'ah.

Beliau juga berkata:

ومسألة تكفير المعين مسألة معروفة، إذا قال قولا يكون القول به كفرا، فيقال: من قال بهذا القول فهو كافر، لكن الشخص المعين، إذا قال ذلك لا يحكم بكفره، حتى تقوم عليه الحجة التي يكفر تاركها

"Persoalan mengklaim kafirnya individu tertentu adalah masalah yang telah dikenal oleh para Ulama. Apabila seseorang berkata dengan suatu perkataan yang mengonsekuensikan kekufuran, maka dikatakan kepadanya, "Siapa saja yang mengucapkan perkataan ini maka dia telah kafir". Akan tetapi penilaian terhadap person tertentu tatkala dia mengucapkan perkataan kufur maka tidak langsung divonis kafir sehingga tegak hujjah atasnya yang menjadikan dirinya kafir lantaran meninggalkan hujjah." (Ad-Durorus Saniyyah 8/244)

Di sini beliau membedakan antara takfir mutlaq dengan takfir mu'ayyan sebagaimana yang telah ma'ruf di kalangan Ulama. Takfir mutlaq adalah hukum mutlaq bagi siapa saja yang melakukan kekufuran maka dia kafir. Kalimat yang mutlaq ini sebagai ancaman atas perbuatan kufur supaya kaum Muslimin waspada dari kekufuran kendati pelakunya belum bisa divonis kafir. Sedangkan takfir mu'ayyan adalah hukum terhadap personal dimana si Fulan telah kafir karena telah memenuhi syarat-syarat untuk dikafirkan dan telah terangkat darinya penghalang-penghalang.

Beliau juga berkata:

وأما ما ذكر الأعداء عني أني أكفر بالظن وبالموالاة أو أكفر الجاهل الذي لم تقم عليه الحجة ، فهذا بهتان عظيم يريدون به تنفير الناس عن دين الله ورسوله 

"Adapun tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh musuh-musuh dakwah terhadap saya, bahwa saya mengkafirkan hanya dengan prasangka dan berdasarkan loyalitas kepada saya, atau saya mengkafirkan orang yang jahil (tidak berilmu) yang hujjah belum tegak atas dirinya maka semua ini adalah fitnah yang besar. Tujuan mereka tiada lain ingin menjauhkan manusia dari agama Allah dan Rosul-Nya." (Majmu' Mu'allafat Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab 3/14)

Masih banyak lagi pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah takfir yang menunjukkan beliau bukan orang yang gegabah dalam mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin. 

Munculnya asumsi orang belakangan yang mengklaim karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai sumber inspirasi ideologi teroris lantaran mereka membaca kitab Syaikh Muhammad tanpa bimbingan para ahli dari kalangan Ulama. Mereka tidak mengompromikan pernyataan Syaikh di dalam kitab-kitabnya, mereka tidak memahami kemana arah pernyataan beliau dan bagaimana konteksnya. Akan tetapi mereka hanya mengambil satu sisi nash saja lalu mengabaikan sisi yang lain.
__________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar