Selasa, 30 Januari 2018

Hukum Sholat Gerhana & Kaifiyyahnya

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Ustadz apa hukum shalat gerhana? Bagaimana jika di tempat kami gerhana tidak nampak apakah disyariatkan untuk menunaikan shalat? Jazakalloh khoir

Jawab: Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Gerhana Matahari dan bulan termasuk tanda-tanda kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya yang Mahasempurna. 

Di antara hikmah terjadinya gerhana adalah agar manusia memperhatikan kekuasaan Allah, takut kepada-Nya, bertaubat, berdzikir, berlindung kepada Allah dan menunaikan sholat untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Dari Abu Mas’ud Al-Anshori  rodhiyallahu ’anhu bahwa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله يخوف الله بهما عباده وإنهما لا ينكسفان لموت أحد من الناس فإذا رأيتم منها شيئا فصلوا وادعوا الله حتى يكشف ما بكم  

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah yang dengan keduanya Allah menakut-nakuti para hamba-Nya. Terjadinya gerhana matahari dan bulan bukanlah disebabkan karena adanya kematian seseorang. Apabila kalian melihat terjadinya gerhana maka bersegeralah sholat dan berdoalah kepada Allah sampai gerhana usai.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Lahiriyah hadits ini memerintahkan sholat saat terjadinya gerhana. Sedang hukum asal perintah adalah wajib kecuali ada dalil lain yang memalingkannya.

Kendati demikian, para Ulama berselisih pendapat. Jumhur (mayoritas) Ulama yaitu Imam Malik, Asy-Syafii, Ahmad berpendapat hukumnya sunnah (Syarh Shohih Muslim, Fat-hul Bari, Al-Mughni). Sedangkan Abu Hanifah, para ulama Ahnaf, Abu ‘Awanah, Ibnu Khuzaimah berpendapat wajibnya sholat gerhana.

Pendapat yang rojih (kuat) di sisi kami adalah pendapat wajibnya sholat gerhana berdasarkan lahiriyah hadits. Namun kewajiban di sini wajib kifayah, bila telah ditunaikan oleh sekelompok kaum Muslimin maka gugur kewajibannya atas kaum Muslimin yang lain. Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikh Al-'Allamah Al-‘Utsaimin dalam “Asy-Syarhul Mumti'”.

Adapun yang mengerjakannya hanyalah bagi orang yang menyaksikan gerhana secara langsung dengan mata kepala, “Apabila kalian melihat terjadinya gerhana maka bersegeralah sholat.” (HR. Al-Bukhori)

Sholat gerhana ini boleh ditunaikan secara berjamaah maupun individu. (Syarh Shohih Muslim - An-Nawawi). Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam di atas.

Adapun cara pelaksanaannya dilakukan sebanyak dua rokaat tanpa didahului adzan dan iqomah yaitu dengan empat kali ruku’, empat kali sujud dan setelah itu dilanjutkan dengan khutbah.

'Aisyah meriwayatkan, bahwa gerhana matahari pernah terjadi di masa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Bangkitlah beliau mengimami manusia. Beliau memanjangkan berdirinya, kemudian ruku’ dan memperpanjang ruku’-nya. Kemudian beliau kembali berdiri dan memperpanjangnya akan tetapi temponya lebih singkat dari berdiri sebelumnya. Lalu beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’-nya namun lebih singkat dari ruku’ sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujudnya. Pada rokaat berikutnya beliau lakukan seperti di rokaat pertama. Usai sholat beliau beralih (untuk khutbah) dan matahari telah nampak. (HR. Muslim) 

Empat kali ruku' yaitu dua kali ruku' pada setiap rokaat. Rokaat pertama setelah membaca Al-Fatihah dan surat panjang, lalu ruku' bertasbih mensucikan Allah berulang kali dengan tempo ruku' yang panjang, kemudian bangkit i'tidal lalu berdiri tidak sujud dengan kembali membaca Al-Fatihah dan surat namun temponya lebih singkat dari sebelumnya. Begitu rokaat selanjutnya melakukan hal yang sama, wa billahit tawfiq.
_____________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar