Senin, 28 Maret 2016

Penggalan Kisah Syaikh Al-'Allamah Muhammad bin Sholih Al-'Utsaimin Rohimahullah

Dikisahkan, pada sebuah khutbah Jum’at, Asy-Syaikh Al-’Utsaimin menjelaskan tentang keutamaan surat Al-Fatihah sebelum tidur dan menganjurkan setiap orang untuk membacanya. Setelah selesai khutbah, salah seorang pelajar mengingatkan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, “Wahai Syaikh, yang anda maksud mungkin tadi keutamaan ayat Kursi.”

Asy-Syaikh Al-’Utsaimin kemudian menyadari bahwa dirinya tidak sengaja melakukan kesalahan. Maka beliau pun segera meralat kesalahannya sebelum para jamaah pergi, mengingatkan mereka bahwa beliau telah berbuat salah dan yang benar adalah keutamaan membaca ayat Kursi sebelum tidur. (Safahat Mushriqoh min Hayat Al-Imam Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin, hal. 43)

Menuntut Ilmu Sejak Anak-anak

Asy-Syaikh ‘Ashim bin ‘Abdil Mun’im Al-Mari'i menceritakan, Sifat yang paling menonjol dari Asy-Syaikh Al-’Utsaimin adalah ketekunan beliau dalam menuntut ilmu. Beberapa saudara Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Mani’ rohimahullah, Qodhi Unaizah pada tahun 1360 H (1936) menyebutkan, bahwa Asy-Syaikh Al-’Utsaimin selalu datang pagi-pagi ke rumah Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad sambil membawa kertas dan buku. Asy-Syaikh Al-’Utsaimin kemudian mengetuk pintu, mengucapkan salam dan meminta ijin untuk masuk ke perpustakaan. Beliau biasa ada di perpustakaan itu sampai menjelang Dzuhur.

Ini dilakukan ketika beliau masih anak-anak (belum mencapai usia baligh).” (Ad-Durr Ats-Tsamin fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-’Allammah bin ‘Utsaimin, hal. 24)

Tetap Memberikan Pelayanan kepada Umat

Asy-Syaikh Badr bin Nadhir Al-Masy'ari menceritakan, meskipun dalam keadaan kesehatannya kurang baik, Asy-Syaikh Al-’Utsaimin tetap bersemangat untuk memberikan khutbah Jum’at di Al-Jami’ Al-Kabir, memimpin doa, dan menemui tamu-tamu untuk menjawab pertanyaan ataupun memberikan penjelasan. Semua ini memang kemauan dari beliau sendiri, dimana pada suatu hari dikatakan kepada beliau, “Wahai Syaikh, beristirahatlah.” Maka beliau menjawab, “Istirahat adalah dengan tetap memberikan pelayanan kepada umat.” (Ad-Durr Ats-Tsamin fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-’Allammah bin ‘Utsaimin, hal. 296)

Prihatin dengan Krisis yang Terjadi pada Umat

Asy-Syaikh Badr bin Nadhir Al-Masy'ari menceritakan, salah seorang murid Asy-Syaikh Al-’Utsaimin bercerita kepada saya bahwa beliau pernah mengalami tidur dalam waktu sedikit ketika krisis yang besar melanda umat, khususnya pada saat Perang Teluk dan tragedi pembantaian muslimin di Bosnia dan Chechnya. Waktu itu beliau sering berdoa di waktu malam kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi kemenangan bagi kaum muslimin dalam melawan musuh-musuhnya, menguatkan Islam, dan menghancurkan musuh-musuh Islam. Beliau pun berdoa untuk keselamatan kaum muslimin secara keseluruhan dan memberi mereka dorongan agar tetap teguh dalam menghadapi berbagai kesulitan menghadapi musuh-musuh Isam. (Ad-Durr Ats-Tsamin fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-’Allammah bin ‘Utsaimin, hal. 300)

Menghapal Al-Qur’an dalam Waktu Enam Bulan

Asy-Syaikh Ibrahim bin Hamad Al-Jutaili seorang yang telah mengenal Asy-Syaikh Al-’Utsaimin selama 45 tahun dan telah belajar kepada beliau selama 20 tahun bercerita, Beliau mampu menghapal Al-Qur’an dalam waktu 6 bulan di bawah bimbingan gurunya Asy-Syaikh Ali bin Abdullah Asy-Syuhaitan. (Ad-Durr Ats-Tsamin fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-’Allammah bin ‘Utsaimin, hal. 23)

Catatan: Berdasar cerita ini maka menjadi jelas bahwa Asy-Syaikh Al-’Utsaimin tidak menghapal Al-Qur’an di bawah bimbingan kakeknya, Abdurrahman bin Sulaiman Al-Damigh, sebagaimana yang banyak diketahui. Kepada kakeknya itu beliau semata hanya belajar membaca Al-Qur’an, sementara untuk menghapalnya beliau dibimbing oleh Asy-Syaikh Asy-Syuhaitan.

Tetap Shalat Malam Meski Kelelahan

Muhammad bin ‘Abdil Jawwad As-Sawi mengisahkan, “Suatu ketika Asy-Syaikh Al-’Utsaimin diundang oleh suatu lembaga amal di Jeddah. Acara yang beliau hadiri itu ternyata sangat panjang, sampai mendekati jam satu malam dimana kebiasaan beliau adalah beristirahat pada waktu demikian. Terlihat sekali beliau mengalami kelelahan dan mengantuk. Kami akhirnya pulang dan mengantar Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ke rumah, sementara kami sudah tidak bisa lagi menahan kantuk.

Ketika hari masih malam, yaitu sekitar jam 03.30, setelah kami tertidur selama kurang lebih dua jam, saya mendengar suara Asy-Syaikh Al-’Utsaimin yang sedang sholat dalam keadaan beliau baru saja kelelahan dan kurang tidur, namun beliau tetap menyempatkan untuk melakukan shalat malam”. (Safahat Mushriqah min Hayat Al-Imam Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, hal. 73)

Tidak Kenal dengan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin

Abdullah bin ‘Ali Al-Matawwu’ menceritakan, bahwa ia pernah menemani perjalanan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dari Unaizah menuju Al-Bada’i yang jaraknya sekitar 15 km untuk memenuhi undangan acara makan siang. Setelah acara selesai, dalam perjalanan pulang rombongan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin menjumpai seorang laki-laki yang memiliki jenggot berwarna merah dan dengan pandangan bersahabat ia melambaikan tangan ke mobil kami. Asy-Syaikh Al-’Utsaimin berkata, “Pelan-pelan, kita akan ajak dia bersama kita.”

Asy-Syaikh Al-’Utsaimin kemudian berkata, “Hendak pergi kemana anda?” Laki-laki itu menjawab, “Bolehkah saya menumpang sampai ke Unaizah?” Asy-Syaikh Al-’Utsaimin berkata, “Boleh, tapi dengan dua syarat, pertama anda tidak boleh merokok dan kedua anda harus selalu mengingat Allah.” Ia menjawab, “Saya adalah laki-laki yang tidak merokok. Saya tadinya menumpang kepada seorang laki-laki yang merokok, maka saya minta turun di sini. Sedangkan untuk mengingat Allah, maka tidaklah ada seorang muslim pun kecuali ia pasti mengingat Allah.” Maka laki-laki itu pun masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan laki-laki tersebut sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya sedang bersama rombongan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. Ketika sampai di Unaizah, laki-laki itu berkata, “Tolong tunjukkan saya di mana rumah Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, saya memiliki beberapa permasalahan yang ingin saya tanyakan pada beliau.”

Asy-Syaikh Al-’Utsaimin berkata, “Mengapa anda tidak bertanya kepada beliau saat di Bada’i?” Ia menjawab, “Saya tidak bertemu dengan beliau.” Asy-Syaikh Al-’Utsaimin berkata, “Saya melihat anda berbicara dan memberi salam kepada beliau.” Laki-laki itu berkata, “Anda pasti bercanda.” Asy-Syaikh Al-’Utsaimin tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah sholat Ashar di masjid jami’ Unaizah, maka anda akan bertemu dengannya.” Orang itu berlalu tanpa mengetahui bahwa ia baru saja berbicara dengan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin.

Usai shilat Ashar, laki-laki itu melihat seorang Syaikh di arah depan usai mengimami shalat. Laki-laki itu bertanya tentang Asy-Syaikh tersebut dan diberi tahu bahwa beliau adalah Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. Maka laki-laki itupun mendekati Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dan meminta maaf karena tidak mengenali beliau sebelumnya. Kemudian ia mengajukan beberapa pertanyaan dan Asy-Syaikh pun menjawabnya. Laki-laki itu sangat senang dan mengucapkan terima kasih kepada Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. (Al-Jami’ li-Hayat Al-’Allammah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 38)

“Tahukah kamu siapa Asy-Syaikh itu?”

Ketika Asy-Syaikh Al-’Utsaimin pulang dari Masjidil Harom usai sholat menuju hotel, beliau menjumpai sekumpulan anak muda sedang bermain sepak bola dalam keadaan mereka belum sholat. Maka beliau pun menghentikan permainan sepak bola itu, memberi nasehat kepada mereka, dan mengingatkan mereka kepada Allah dalam keadaan mereka tidak tahu siapa beliau. Asy-Syaikh Al-’Utsaimin melarang mereka untuk meneruskan permainannya sebelum mereka sholat. Salah seorang dari mereka mendekati beliau dan dengan nada tinggi ia memaki-maki. Asy-Syaikh Al-’Utsaimin membalas kata-kata anak muda itu dengan penuh rasa cinta dan keramahan, “Engkau sebaiknya ikut saya ke hotel, kita bisa bicara di sana.”

Waktu itu Asy-Syaikh Al-’Utsaimin bersama beberapa pelajar dan mereka mendorong anak muda itu untuk menuruti Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ikut bersama beliau. Maka ia pun ikut bersama Asy-Syaikh Al-’Utsaimin ke hotel. Beberapa saat kemudian beliau meninggalkan ruangan untuk suatu keperluan. Para pelajar yang bersama Asy-Syaikh Al-’Utsaimin bertanya kepada anak muda, “Tahukah kamu siapa Syaikh itu?” Ia menjawab, “Saya tidak tahu.” Mereka berkata, “Beliau adalah Asy-Syaikh Al-’Utsaimin.” Mendengar jawaban itu, seketika wajah anak muda itu berubah. Ketika Asy-Syaikh Al-’Utsaimin datang, anak muda itu menangis dan mencium kening beliau. Setelah peristiwa itu ia mengalami perubahan dan menjadi anak muda yang shaleh. (Al-Jami’ li-Hayat Al-’Allammah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 41)

“…Saya akan keluar untuk mendorong.”

Suatu ketika Asy-Syaikh Al-Utsaimin naik sebuah mobil tua milik salah seorang temannya yang mudah mogok. Dalam perjalanan mobil itupun mogok dan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin berkata kepada sopir mobil, “Tinggallah kamu di tempatmu, saya akan keluar untuk mendorong.”

Asy-Syaikh Al-’Utsaimin keluar dari mobil dan mendorong seorang diri sampai mobil itu berjalan lagi. Kejadian ini merupakan gambaran betapa beliau rahimahullah sangat rendah hati. (Al-Jami’ li-Hayat Al-’Allammah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 42)

“Subhanallah, beliau yang sudah tua lebih memilih berdiri untuk shalat.”

Seorang murid Asy-Syaikh Al-’Utsaimin asal Kuwait yang telah belajar selama lima tahun dan dikenal sebagai murid yang sangat rajin menceritakan: Saya pernah menemani Asy-Syaikh Al-’Utsaimin dalam perjalanan dari Unaizah menuju Riyadh dan kemudian dilanjutkan ke Mekkah untuk umrah. Usai menunaikan umrah, semua anggota rombongan minta ijin kepada Asy-Syaikh Al-’Utsaimin untuk istirahat karena kelelahan setelah melakukan perjalanan panjang yang dilanjutkan dengan umrah pada hari yang sama.

Salah seorang anggota rombongan bernama Asy-Syaikh Hamad menceritakan bahwa dirinya terbangun di tengah malam dan mendapati Asy-Syaikh Al-’Utsaimin sedang shalat. Ia berkata, “Subhanallah, saya yang masih muda memilih tidur sementara beliau yang sudah tua lebih memilih berdiri untuk sholat.”

Maka ia pun bangkit untuk mengambil wudhu dan ikut shalat bersama Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. Dia berusaha keras untuk melawan rasa kantuknya, namun akhirnya ia tidak bisa bertahan dan pergi tidur meninggalkan Asy-Syaikh Al-’Utsaimin shalat sendirian. (Al-Jami’ li-Hayat Al-’Allammah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 39)

“Kembalikan mobil itu kepada Pangeran…”

Abdullah bin Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (putra beliau) berkisah, Suatu ketika Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz Alu Su’ud, gubernur Qoshim, memberi hadiah kepada Asy-Syaikh Al-’Utsaimin sebuah mobil baru. Ketika pulang ke rumah, beliau melihat sebuah mobil diparkir di depan rumah dan beliau pun diberi tahu tentang mobil itu. Mobil itu tetap di luar rumah sampai lima hari tanpa dipakai oleh Asy-Syaikh Al-’Utsaimin. Beliau akhirnya berkata kepada putranya, Abdullah, “Kembalikan mobil itu kepada Pangeran dan ucapkan terima kasih atas kemurahan hatinya. Beritahu dia bahwa saya tidak membutuhkannya.”

Maka mobil itupun dikembalikan kepada Pangeran Abdullah, sementara Asy-Syaikh Al-’Utsaimin tetap mengendarai mobilnya yang sudah tua dan murah. Sampai meninggal beliau masih tetap memiliki mobil yang sama. (Al-Jami’ li-Hayat Al-’Allammah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 23)

Diadopsi dari “Untaian Mutiara Kehidupan Ulama Ahlus Sunnah ” Abu Abdillah Alercon.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar