Senin, 12 Agustus 2019

Umum Bersifat Khusus

Adakalanya suatu ucapan atau perbuatan yang umum secara lahiriyahnya tetapi dihukumi khusus dikarenakan ada sebab tertentu yang melatarbelakanginya.

Pakar fiqh kontemporer Syaikh Al-'Allamah Al-Utsaimin membuat ilustrasi sederhana,

"Seseorang bersumpah, "Demi Allah! Saya tidak mau lagi berbicara dengan si Fulan", sebabnya karena si Fulan dianggap telah mengambil hartanya atau memukul anaknya. 

Namun di kemudian hari dia mendapat kejelasan bahwa si Fulan tidak melakukan hal yang dituduhkannya itu. Maka dalam kasus ini apabila dia langsung bicara dengan si Fulan apakah dia dihukumi telah melanggar sumpahnya ataukah tidak? 

Jawabannya tidak, meski dia telah bersumpah dengan redaksi yang umum, "Demi Allah! Saya tidak akan berbicara lagi dengannya..", dikarenakan ada sebab yang melatarbelakangi sumpahnya tersebut." (Ta'liq Al-Qowa'id Wal Ushul hal. 139)

Hal itu juga berlaku dalam ucapan dan perbuatan Nabi ﷺ begitu pula dengan ucapan para Ulama. Terkadang ada sebab yang melatarbelakangi ucapan atau perbuatannya itu sehingga dihukumi khusus meski lahiriyahnya bersifat umum. 

Contohnya perbuatan Nabi ﷺ yang menahan makan di pagi hari saat Iedul Adh-ha, perbuatan beliau ini lahiriyahnya bersifat umum bisa diteladani oleh seluruh umatnya, akan tetapi bila ditinjau dari sebabnya beliau lakukan hal itu karena sebagai shohibul qurban dan ingin menyantap daging qurbannya.

Oleh sebab itu, Imam Ahmad mengatakan anjuran menahan makan di pagi hari Iedul Adh-ha hanya khusus bagi shohibul qurban, tidak berlaku secara umum bagi seluruh umat beliau.

Dalilnya, bahwa Nabi ﷺ tidak makan pada pagi hari raya 'Iedul Adh-ha sampai beliau pulang lalu makan daging qurbannya." (HR. Ad-Daruquthni 1734 dishohihkan oleh Ibnul Qotthon - "Nashburroyah Li Ahaditsil Hidayah" 2/209 Al-Imam Az-Zaila'i)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar