Kamis, 30 Agustus 2018

Hukum Nadzar Lalu Ditinggalkan?

Assalamualaikum warahmatullah, seseorang bernazar apabila saya diberi kesehatan tahun ini saya akan pergi umrah? Bagaimana hukumnya jika nazar tersebut tidak dijalankan? Mohon penjelasannya ustadz

Jawab: Wa'alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Pengertian nadzar dijelaskan oleh para Ulama adalah seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah seperti ucapan, "Saya bernadzar akan melakukan ini dan itu." Adapun jika nadzarnya sebatas niat dalam hati belum terucap secara lisan maka ini tidak teranggap nadzar menurut pendapat yang shohih sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam "Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab" 8/435.

Nadzar ada dua macam, pertama nadzar muqoyyad (yang diikat dengan syarat tertentu) seperti ucapan, "Kalau Allah sembuhkan saya dari penyakit ini maka saya akan lakukan ibadah itu", dan kedua nadzar mutlaq (tanpa syarat) seperti ucapan, "Aku bernadzar kepada Allah akan sholat di Masjidil harom."

Ada silang pendapat di antara Ulama terkait hukum nadzar muqoyyad, sebagian Ulama memakruhkannya sebagian yang lain mengharomkannya. Karena Nabi shollallahu 'alaihi wasallam menegaskan nadzar semacam ini hanyalah keluar dari orang yang kikir. Dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu 'anhuma:

نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن النذر وقال إنه لا يرد شيئا وإنما يستخرج به من البخيل

“Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam telah melarang nadzar dan beliau bersabda, “Sesungguhnya nadzar itu tidak dapat mencegah apapun dan yang melakukannya hanyalah orang yang kikir.” (HR. Al-Bukhori 6118 dan Muslim 3093)

Kendati demikian, seseorang wajib memenuhi nadzarnya ini selama nadzarnya itu dalam rangka ketaatan. Karena Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من نذر أن يطيع الله فليطعه

"Barangsiapa yang bernadzar dalam rangka taat kepada Allah maka hendaklah dia menaati-Nya.” (HR. Al-Bukhori 6696)

Adapun nadzar mutlaq maka menurut sebagian Ulama tidak harom tidak pula makruh hukumnya mubah. Nadzar semacam ini tidaklah tercela dan bukan keluar dari orang yang kikir. Allah berfirman:

وليوفوا نذورهم

“Dan hendaklah mereka tunaikan nadzar-nadzar mereka.” (Al-Hajj: 29)

Maka nadzar wajib dipenuhi baik nadzar mutlaq maupun nadzar muqoyyad selama nadzarnya itu adalah nadzar ketaatan bukan nadzar maksiat atau nadzar yang bertolak belakang dengan dalil seperti puasa di hari Ied. Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ومن نذر أن يعصيه فلا يعصه

"Dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat pada Allah maka janganlah dia mendurhakai-Nya." (HR. Al-Bukhori 6696)

Namun apabila nadzarnya tidak mampu ditunaikan lantaran adanya udzur padahal syaratnya telah terwujud, atau nadzarnya itu merupakan nadzar yang terlarang, maka dia diwajibkan membayar kaffaroh (tebusan) dan kaffaroh nadzar sama seperti kaffaroh sumpah. 

Adapun jika nadzarnya dalam ketaatan dia tinggalkan tanpa adanya udzur, maka wajib baginya menqodho sekaligus membayar kaffaroh tanpa ada perselisihan di antara Ulama kata Al-Imam Al-Mardawi dalam "Al-Inshof" 11/140. 

Allah telah menyebutkan rincian kaffaroh sumpah dalam firman-Nya surat Al-Ma'idah ayat 89. Yaitu dengan memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian sepuluh orang miskin, atau membebaskan seorang budak. Apabila salah satu dari ketiganya tidak mungkin dilaksanakan maka dia wajib menebusnya dengan berpuasa selama tiga hari. 

Menunaikan nadzar dalam rangka ketaatan termasuk ibadah maka janganlah seseorang perhitungan dengan Allah setelah melazimkan dirinya untuk mengerjakan ketaatan lantas dia tinggalkan. 
___________

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar