Minggu, 27 November 2016

Bid'ahnya Kaidah "Muwazanah"

"Muwazanah" yang dimaksud di sini adalah kaidah yang mengharuskan memuji atau menyebut kebaikan-kebaikan ahlul bid’ah dikala mengkritiknya. Menurut penyokongnya, kaidah ini diklaim sebagai sikap inshof (adil) dalam menyikapi kesalahan seorang Muslim.

Contohnya, ketika mengkritik firqoh "Jama'ah Tabligh" yang telah difatwakan oleh para Ulama sebagai kelompok ahlul bid'ah dan penyimpangannya telah sampai derajat kesyirikan; maka orang yang menganut kaidah muwazanah ini berkilah:

"Jama'ah Tabligh juga punya kebaikan, punya nilai plus, orang yang tadinya pemabuk bisa bertaubat, mengajak orang shalat ke masjid dan disebutkan kebaikan-kebaikan lainnya, maka belum bisa dicap sebagai kelompok sesat dan menyimpang selkalipun ada kesalahannya."

Ungkapan di atas adalah penipuan terhadap umat dan bertolak belakang dengan keadilan syari'at.

Para Ulama menegaskan, kaidah muwazanah ini adalah kaidah yang batil dan melunturkan prinsip al-wala' wal baro'. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabat tidak pernah mengharuskan menyebut kebaikan seseorang manakala memperingatkan kesalahannya yang fatal. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata:

كذب أبو السنابل

"Abus Sanabil telah berdusta!” (Silsilah Ash-Shahihah 3274)

Lantaran sampai kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Abus Sanabil berfatwa iddahnya seorang wanita hamil yang ditinggal mati oleh suaminya tidak cukup sampai melahirkan, melainkan harus menunggu hingga empat bulan sepuluh hari. Ini adalah fatwa yang salah karena iddahnya wanita yang hamil sampai melahirkan. Maka adakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebut kebaikan-kebaikannya sekalipun dia seorang Shahabat yang tidak bersengaja dusta?! Bahkan beliau tegas menyebut namanya! Lalu apakah beliau tidak berlaku inshof?! Adakah orang yang paling inshof selain beliau?!

Dalil yang lain yang membatalkan kaidah Muwazanah ini adalah seorang Shahabat menyampaikan dalam khutbahnya, "Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah mendapat petunjuk dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka dia telah sesat." Mendengar hal itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 

بئس الخطيب أنت! قل: ومن يعص الله ورسوله فقد غوى

"Sejelek-jelek khothib adalah engkau! Katakanlah olehmu, "Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya (bukan keduanya, pent) dia telah sesat!" (HR. Al-Bukhari 713 dan Muslim 418)

Adakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebut kebaikan-kebaikan Shahabatnya itu sekalipun dia bermaksud mensejajarkan Allah dan Rasul-Nya?! Lantas apakah beliau tidak berlaku inshof?! 

Di sinilah kebatilan manhaj Muwazanah yang hakikatnya ingin menolerir kebid'ahan dan ahlinya lalu mengompromikannya dengan sunnah dan Ahlussunnah. Mereka hendak menggabungkan Ahlul haq dan ahlul batil, ahlut tauhid dan ahlus syirk, Salafy dan haroki dalam satu wadah Islamiyyah dengan slogan ukhuwwah. Sebab itu ketika Syaikh Al-'Allamah Al-Albani ditanya tentang manhaj Muwazanah ini beliau menegaskan, "Ini adalah modusnya ahlul bid'ah!" (Silsilatul Huda wan Nur nomor 850)

Manhaj Muwazanah ini dirintis oleh seseorang bernama Muhammad bin Surur yang belum lama wafat. Orang ini dan bersama para pengagumnya seperti Abdurrohman Abdul Kholiq, Salman Al-Awdah, Safar Hawali, Aidh Al-Qorni, Nashir Al-'Umari dan tokoh-tokoh harokah yang lain telah membikin percekcokan Ahlussunnah di Saudi Arabia dan berhasil diimpor ke negeri kita. Sebetulnya manhaj mereka ini ikhwani (Ikhwanul Muslimin) namun acapkali mengaku sebagai Ahlussunnah pengikut Salafusshalih.

Syaikh Al-'Allamah Shalih Al-Fawzan ketika ditanya tentang manhaj Muwazanah terhadap ahlul bid'ah beliau menjawab:

إذا ذكرت محاسنهم فمعناهم أنت دعوت لاتباعهم لا، لا تذكر محاسنهم اذكر الخطأ الذي هم عليه فقط لأنه ليس موكولاً إليك أن تزكي وضعهم ، أنت موكول إليك بيان الخطأ الذي عندهم من أجل أن يتوبوا منه، ومن أجل أن يحذره غيرهم، ربما يذهب بحسناتهم كلها إن كان كفراً أو شركاً ، وربما يرجح على حسناتهم ، وربما تكون حسنات في نظرك ولست حسنات عند الله

"Jika engkau menyebut kebaikan-kebaikan mereka itu sama saja engkau mengajak manusia kepada mereka. Jangan! jangan engkau sebut kebaikan-kebaikan mereka! Sebutkan saja kesalahan mereka, karena engkau tidak dibebankan membersihkan nama mereka, tetapi engkau bertanggungjawab untuk menjelaskan kesalahan yang ada pada mereka agar mereka bertaubat dari penyimpangannya sehingga orang-orang tidak mengikutinya. Boleh jadi kebaikan-kebaikan mereka sirna semua oleh sebab kekufuran dan kesyirikan yang mereka lakukan, atau boleh jadi penyimpangan mereka mengalahkan kebaikan-kebaikannya, atau boleh jadi engkau melihatnya sebagai kebaikan namun sebenarnya di sisi Allah tidaklah demikian." (Al-Ajwibah Mufidah ‘an As’ilatil Manahijil Jadidah hal. 31-32)

Beliau juga mengatakan, "Jika yang dikritik adalah orang-orang yang sesat dan menyimpang lalu disebutkan kebaikan-kebaikannya maka ini adalah penipuan terhadap manusia. Akhirnya mereka berbaik sangka terhadap orang yang sesat tersebut, atau ahlul bid'ah itu, atau si khurofi (ahli khurofat), atau si hizbi tersebut lalu menerima pemikiran-pemikirannya yang menyimpang." (Idem hal. 50 secara ringkas)

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel
Join: http://tlgrm.me/manhajulhaq

Sabtu, 26 November 2016

Allahu Akbar! Yerussalem Dilanda Kebakaran

Pasca pelarangan adzan serta memberlakukan denda sebanyak 200 dollar yang ditetapkan oleh pemerintah Zionis atas masjid-masjid kaum Muslimin; Yerussalem dilanda kebakaran paling mematikan sepanjang sejarah... Allahu akbar! Semoga Allah lemparkan rasa takut pada hati orang-orang kafir dan mengangkat kewibawaan kaum Muslimin.

Fikri Abul Hasan

Telegram Channel
Join: http://tlgrm.me/manhajulhaq

Jumat, 25 November 2016

Biografi Umar bin Al-Khotthob

Nasab beliau adalah Umar bin Al-Khotthob bin Nufail bin Abdil 'Uzza bin Riyah bin Abdillah bin Qurth bin Rozah bin 'Adi bin Ka'b bin Lu'ay bin Gholib bin Fihr (Fihr dari Quroisy, pen) (Ma'rifatus Shohabah 1/190)

Isteri-isteri beliau antara lain Zainab binti Madzh'un, Malikah binti Jarwal, Ummu Hakim binti Al-Harits, Atikah binti Zaid, Ummu Kultsum binti 'Ali bin Abi Tholib, Jamilah binti 'Ashim, Quroibah binti Abi Umayyah.

Sedangkan putera-putera Umar antara lain Zaid Al-Akbar, Zaid Al-Ashghor, 'Ashim, Abdullah, Abdurrohman Al-Akbar, Abdurrohman Al-Ausath, Abdurrahman Al-Ashghor, Ubaidullah, 'Iyadh. Adapun puteri-puteri beliau adalah Hafshoh, Ruqoyyah, Zainab, Fathimah.

Umar masuk Islam pada tahun keenam setelah diutusnya Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. Ibnu Mas'ud berkata:

ما زلنا أعزة منذ أسلم عمر

"Kami senantiasa kuat semenjak Umar memeluk Islam." (Riwayat Al-Bukhori 3683)

Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Setelah jenazah Umar dibaringkan di atas tempat tidurnya maka orang-orangpun mengerumuni beliau guna mendoakan dan mensholatkannya sebelum jasadnya diangkat, dan aku saat itu berada di antara mereka. Tidaklah mengejutkanku kecuali seseorang yang memegang pundakku ketika itu yang ternyata dia adalah Ali. Beliau mendoakan Umar dengan rahmat lalu berkata, "Tidaklah seorangpun yang lebih aku sukai ketimbang engkau yang bertemu Allah dengan membawa amalan seperti amalanmu. Demi Allah, aku yakin Allah akan menjadikan engkau bersama kedua sahabatmu. Betapa seringnya aku mendengar Nabi shollallahu 'alaihi wasallam berkata:

ذهبت أنا وأبو بكر وعمر، دخلت أنا وأبو بكر وعمر، خرجت أنا وأبو بكر وعمر

"Aku pergi bersama Abu Bakr dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakr dan Umar, Aku keluar bersama Abu Bakr dan Umar." (Riwayat Al-Bukhori 3685 dan Muslim 2389)

Keutamaan Umar

Dari Abu Huroiroh, ketika kami berada di sisi Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda, "Saat aku tidur, aku bermimpi sedang berada di dalam surga, di sana ada seorang wanita yang sedang berwudhu di samping sebuah istana. Aku bertanya (kepada para Malaikat), "Kepunyaan siapakah istana ini? Mereka menjawab, "Istana ini milik Umar"." (Riwayat Al-Bukhori 3685 dan Muslim 2394)

Sa'd bin Abi Waqqosh menceritakan sabda Nabi shollallahu 'alaihi wasallam, "Wahai Ibnul Khotthob! Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya! Tidaklah syaithkn berjumpa denganmu di suatu jalan maka dia akan mencari jalan lain yang tidak dilalui olehmu." (Riwayat Al-Bukhori 3683 dan Muslim 2396)

Mendapat Ilham

Dari Abu Huroirah, Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda "Pada umat-umat terdahulu ada orang-orang yang diberi ilham, andaisaja ada seorang dari umatku yang mendapatkannya maka dia adalah 'Umar." (Riwayat Al-Bukhori 3689 dan Muslim 2398)

Umar berkata, "Aku mencocoki ketetapan Robbku dalam tiga perkara. Pertama, aku berkata, "Wahai Rosulullah, bagaimana jika kita menjadikan maqom (tempat berdirinya) Nabi Ibrohim sebagai tempat sholat? Maka turunlah ayat, "Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu sebagai tempat sholat." (Al-Baqoroh: 125)

Kedua ayat hijab, "Aku berkata, "Wahai Rosulullah, seandainya engkau perintahkan isteri-isteri engkau untuk berhijab? Karena yang berbicara dengan mereka ada orang yang baik dan ada yang jahat? Maka turunlah ayat hijab.

Ketiga, manakala isteri-isteri Nabi berkumpul lantaran cemburu terhadap beliau, aku berkata, "Bila Nabi shollallahu 'alaihi wasallam menceraikan kalian, boleh jadi Robbnya akan memberi ganti dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kalian. Maka turunlah ayat, "Jika dia (Nabi) menceraikan kalian, boleh jadi Robb-Nya memberi ganti untuk beliau isteri-isteri yang lebih baik dari kalian." Maka turunlah surat At-Tahrim ayat ke 5." (Riwayat Al-Bukhori 402 dan Muslim 2399)

Wafatnya

Umar terbunuh di tangan Abu Lu'luah Al-Majusi (penyembah api), dia menikam belati yang beracun ke tubuh Umar sebanyak dua kali saat mengimami sholat Shubuh. Setelah mengetahui siapa pelakunya maka Umar berkata, "Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan pembunuhku seorang muslim, karena jika dia muslim, tentu dia akan mendebatku kelak di hadapan Allah dengan satu sujud yang pernah dilakukannya." (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushonnaf" 37074 - Disarikan dari kitab "Hiqbah minat Tarikh" hal. 83 - 86 karya Syaikh 'Utsman Al-Khomis)
___________

Fikri Abul Hasan

Selasa, 22 November 2016

Doa Bagi Kaum Muslimin di Burma

Semoga saudara-saudara kita yang terbunuh di Burma tergolong sebagai syuhada. Tidak ada di antara kita yang ridha dengan tragedi ini. Hati kita tersayat atas apa yang menimpa kaum Muslimin di sana. Lakukan apa yang mampu kita lakukan untuk membantu mereka. Perbanyak doa dan senantiasa sebarkan tauhid dan sunnah di masyarakat.

اللهم انصر المسلمين في برما و في كل مكان
اللهم عليك بالبوذيين في بورما
اللهم اجعل كيدهم في نحورهم واهزمهم شر هزيمة فإنك أنت القوي العزيز

Semoga Allah menganugerahkan pertolongan, kekuatan, kesabaran bagi kaum Muslimin di Burma dan dimanapun mereka berada. Semoga Allah mengarahkan makar kaum Budha yang zalim pada urat-urat leher mereka serta mengalahkan mereka. Sesungguhnya Allah lebih berkuasa atas apa yang mereka perbuat.

Fikri Abul Hasan

Senin, 21 November 2016

Ibrah Meninggalkan Sesuatu Karena Allah

Yusuf Ash-Shiddiq ‘alaihissalam meninggalkan isteri tuannya karena Allah, beliau lebih memilih dipenjara daripada menuruti hawa nafsunya yang mengajak berbuat keji. Maka Allah memberi ganti untuk beliau berupa kekuasaan di muka bumi dengan mencapai tahta seperti yang dikehendakinya. Bahkan datang seorang wanita kepada Yusuf yang dengan kerelaannya meminta dinikahi maka beliau pun menikahinya. 

Perhatikanlah bagaimana Allah ta’ala membalas perbuatan Yusuf setelah dirinya mendekam dipenjara yang sempit dengan memberikan kekuasaan di muka bumi, bahkan beliau mampu merendahkan kehormatan tuannya oleh sebab perlakuan isterinya. Inilah sunnatullah yang berlaku di tengah hamba-Nya, baik dahulu maupun sekarang hingga datangnya hari kiamat.

Tatkala para Shahabat Nabi dari kalangan Muhajirin meninggalkan rumah-rumah mereka dan tanah air mereka yang hal itu adalah sesuatu yang paling mereka cintai, maka Allah memberi ganti atas perjuangan mereka dengan menaklukan kekuatan dunia serta kekuasaan di muka bumi yang mencapai belahan timur hingga bagian barat.

Andaikata ada seorang pencuri yang takut kepada Allah dan mau meninggalkan perbuatannya semata-mata karena Allah, maka Dia akan memberi ganti berupa harta yang semisal lagi halal atas dirinya.

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Ath-Thalaq: 2-3)

Allah memberitahukan bahwa jika pencuri itu bertaqwa kepada-Nya dengan tidak mengambil harta yang haram maka Allah akan memberi rizki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka. 

Begitu pula seorang pezina, jika ia meninggalkan perbuatannya itu semata-mata karena Allah maka Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik lagi halal. (Disadur dari kitab “Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin” karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah bab 27 secara ringkas)

✒_____
Fikri Abul Hasan

》》WhatsApp Group《《
"Al-Madrasah As-Salafiyyah"
WASL | " مجموعة المدرسة السلفية "

Sabtu, 19 November 2016

Sosok Ulama Rujukan

Syaikh Al-'Allamah Al-Utsaimin, "Ulama terbagi menjadi tiga yaitu Ulama Millah, Ulama Daulah, Ulama Ummah:

أما عالم الْملة: فهو الذي ينشر دين الإسلام ويفتي بدين الإسلام عن علم ولا يبالي بما دل عليه الشرع أوافق أهواء الناس أم لم يوافق

Ulama Millah yaitu ulama yang menyebarkan ajaran Islam dan berfatwa tentang ajaran Islam di atas ilmu, dan dia tidak peduli apakah dalil-dalil syariat yang disampaikannya itu sesuai dengan selera manusia ataukah tidak.

وأما عالم الدولة: فهو الذي ينظر ماذا تريد الدولة فيفتي بما تريد الدولة ولو كان في ذلك تحريف كتاب الله وسنة رسوله-صلى الله عليه وسلم-.

Ulama Daulah yaitu ulama yang mempertimbangkan apa yang diinginkan oleh pemerintahnya lalu dia berfatwa sesuai dengan selera pemerintah meski risikonya harus mengubah ketentuan Al-Qur'an dan sunnah Rosul-Nya ﷺ.

وأما عالم الأمة: فهو الذي ينظر ماذا يرضي الناس إذا رأى الناس على شيء أفتى بما يرضيهم ثم يحاول أن يحرف نصوص الكتاب والسنة من أجل موافقة أهواء الناس

Ulama Ummah yaitu ulama yang mempertimbangkan selera manusia, bila dia melihat manusia sedang gandrung terhadap sesuatu maka dia berfatwa sesuai apa yang diridhoi oleh mereka kemudian berusaha menerjemahkan dalil-dalil Al-Qur'an was Sunnah demi mencocoki selera manusia.

نسأل الله أن يجعلنا من علماء الملة العاملين بها

Kami memohon kepada Allah agar menjadikan kita termasuk ulama Millah." (Syarh Riyadhussholihin 4/307-308)

Ulama Millah adalah ulama yang lurus manhaj dan lurus aqidah. Merekalah yang disebut "warotsatul anbiya'" karena mewarisi ilmu, amal dan dakwahnya para Nabi. Mereka memisahkan al-haq dari al-batil, membedakan tauhid dari syirik, sunnah dari bid'ah, ahlussunnah dari ahlul bid'ah. 

Sosok ulama seperti itu yang Allah perintahkan manusia merujuk kepadanya.

Fikri Abul Hasan

Minggu, 13 November 2016

Mendoakan Kebaikan Penguasa

Para ulama terdahulu selevel Fudhoil bin Iyadh dan Ahmad bin Hanbal pernah berkata:

لو كان لنا دعوة مجابة لدعونا بها للسلطان

“Andaikata kami memiliki doa yang pasti Allah kabulkan niscaya kami akan mendoakan kebaikan bagi penguasa.” (As-Siyasah Asy-Syar’iyyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 129)

Ucapan ini menunjukkan kefaqihan visioner meski Imam Ahmad termasuk korban kezaliman penguasanya yang otoriter dalam tiga periode kekhalifahan; Al-Ma'mun, Al-Mu'tashim, Al-Watsiq.

Beliau tetap mengontrol lisannya dengan mendoakan kebaikan bagi sang penguasa yang diharapkan menjadi sebab kebaikan bagi rakyatnya serta menutup fitnah dan kerusakan.

Oleh sebab itu, mendoakan kebaikan penguasa termasuk prinsip Ahlussunnah yang membedakannya dari ahlul bid'ah.

Al-Imam Abu Muhammad Al-Hasan Al-Barbahari berkata, “Apabila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa maka ketahuilah insyaallah dia seorang Ahlussunnah.” (Syarhussunnah hal. 116)

Lalu bagaimana dengan riwayat yang menyebutkan doa Nabi ﷺ:

اللهم من ولى من أمر أمتي شيئا فشق عليهم فاشقق عليه ومن ولى من أمر أمتي شيئا فرفق بهم فارفق به

“Ya Allah, siapa saja yang memiliki wewenang mengatur suatu urusan umatku lantas ia menyulitkan mereka maka persulitlah dia. Dan siapa saja yang memiliki wewenang mengatur suatu urusan umatku lantas ia memperlakukannya dengan baik maka perbaikilah dia.” (HR. Muslim 1828)

Bukankah beliau menyontohkan mendoakan kejelekan bagi penguasa?

Kami jawab, apa yang disebutkan dalam hadits itu sesungguhnya dalil wajibnya bagi para pemimpin memudahkan urusan rakyatnya, bersungguh-sungguh mengadakan perbaikan, sekaligus menjadi peringatan agar tidak mempersulit mereka.

Jadi bukan dalil untuk mendoakan kejelekan bagi para penguasa atau mengarah ke sana. Demikian penjelasan para Ulama.

Bahkan jika kita cermati lagi yang dituju dalam hadits tersebut redaksinya umum yaitu "siapa saja yang memiliki wewenang mengatur urusan umatku..", ini berarti tidak mengacu kepada penguasa saja, tetapi termasuk juga pimpinan sekolah, pimpinan pondok pesantren, atau pimpinan dewan kemakmuran masjid.

Fikri Abul Hasan

Sabtu, 12 November 2016

Kesholihan Rakyat atau Kesholihan Penguasa?

Tanya: Al-Imam Fudhoil bin Iyyadh berkata, "Jika ada di antara doaku yang mustajab, maka aku akan pakai untuk mendoakan pemimpin, beliau di tanya, "Kenapa bisa seperti itu wahai Abu Ali? Maka beliau menjawab, "Jika doa yang mustajab itu aku pakai untuk diriku, maka aku tidak akan mendapatkan balasan, dan jika aku pakai untuk mendoakan pemimpin, MAKA BAIKNYA PENGUASA AKAN BERDAMPAK BAIK KEPADA RAKYAT DAN NEGERI NYA". (Hilyatul Auliyaa 6/328 oleh Imam Abu Nuaim, lihat juga Syarhus Sunnah hal. 346, oleh Al Imam Al Barbahary, dan juga kitab Imaamatul Udzma ad Dumaiji 1/370) 

Apakah riwayat ini menunjukkan baiknya rakyat tergantung pada pemimpin? Sebagian orang berkata, "Kaum Salafy alias "Talafi" (perusak) hanya menukil sebagian atsar yang menunjukkan kesholehan penguasa tergantung kesholehan rakyatnya jadi jangan mau akal Anda dijungkir balik oleh kaum Talafi mereka adalah kaum Mulukiyyah (penjilat penguasa)?

Jawab: Perlu diketahui bersama, Salafy adalah penisbatan yang agung kepada generasi terbaik umat ini. Salafy berarti orang yang menempuh jalan Salaf dalam beragama. Kata Salaf sendiri merupakan ringkasan dari kata "Salafussholih" yakni para pendahulu yang sholih dari kalangan Shohabat Nabi, para Tabi'in dan Tabi'it Tabi'in.

Ringkasnya, Salafy adalah orang yang mengikuti manhaj (cara beragama) Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat beliau baik dalam hal aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, amar ma'ruf nahi munkar, jihad, siyasah serta al-wala' wal baro'. 

Orang yang menggelari Salafy dengan sebutan "Talafi" berada di antara dua kemungkinan. Pertama, dia orang yang jahil (bodoh), atau yang kedua, dia ahlul bid'ah dari kalangan harokah.

Begitupula dengan pembagian Salafy Saudi, Salafy Yamani, Salafy Jihadi, Salafy Haroki, atau Salafy Fulani seperti yang diklaim oleh sebagian orang; semua itu adalah upaya untuk menjauhkan manusia dari dakwah Salafiyyah. Karena dakwah Salafiyyah adalah satu-satunya dakwah yang mengajak kepada Islam yang murni seperti yang diajarkan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabat. Dakwah Salafiyyah adalah satu-satunya dakwah yang memisahkan antara al-haq dan al-batil, tauhid dan syirik, sunnah dan bid'ah, ahlussunnah dan ahlul bid'ah. Dakwah Salafiyyah juga satu-satunya dakwah yang menyeru kepada persatuan di atas ilmu dan pemahaman yang benar. Maka siapapun orangnya, dimanapun keberadaannya, jika dia mengajak kepada manhaj Salaf secara utuh maka dia disebut Salafy Ahlussunnah wal Jama'ah.

Mengenai kesholihan penguasa apakah  hal itu bergantung dengan kesholihan rakyat? Ataukah sebaliknya kesholihan rakyat bergantung dengan kesholihan sang penguasa?

Jawabannya, kesholihan rakyat dan kesholihan penguasa keduanya saling berkaitan satu sama lain dan tidaklah saling menafikan. Tetapi perlu ditegaskan di sini, bahwa yang paling mendasar adalah kesholihan rakyat, sebab seorang penguasa tidaklah muncul melainkan dari rakyat.

Rakyat yang sholih akan senantiasa mendoakan kebaikan bagi penguasa, sebagaimana kesholihan Fudhoil bin 'Iyadh yang andai saja diketahui ada doanya yang mustajab maka akan ia panjatkan untuk mendoakan kebaikan bagi penguasa lantaran maslahat yang besar. Sedangkan rakyat yang tholih (jelek) hanya pandai mengutuk dan mencela penguasa, padahal kutukan dan celaannya itu dapat mengundang mafsadah yang lebih berat, bahkan bisa berakibat fatal bagi rakyat di masa depan.

Lihat bagaimana kepemimpinan Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam dan para Shohabatnya sepeninggal beliau? Apakah rakyatnya tumbuh di atas ilmu dan manhaj yang benar ataukah sebaliknya di atas kejahilan dan ikut-ikutan dalam beragama?! Apakah rakyatnya orang-orang yang berpegang teguh dengan tauhid dan sunnah ataukah sebaliknya bergelimang dalam syirik dan bid'ah?! 

Perhatikan firman Allah ta'ala:

وكذلك نولي بعض الظالمين بعضا بما كانوا يكسبون

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin atas sebagian yang lain disebabkan (kezaliman) yang mereka perbuat.” (Al-An’am: 129)

Sebagian mufassirin menjelaskan, "Maknanya Kami jadikan orang yang zalim sebagai penguasa bagi yang lain." (Zadul Masir Ibnul Jauzi 3/124)

Maka jika rakyat ingin mempunyai penguasa yang adil serta dijauhkan dari penguasa yang zalim bahkan penguasa yang kafir, maka tinggalkanlah kezaliman dan kekufuran yang mereka perbuat dan perbaikilah diri masing-masing. Sedang perkara yang paling utama untuk diperbaiki adalah terkait tauhid dan aqidah.

Allah juga berfirman:

وعد الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم أمنا يعبدونني لا يشركون بي شيئا ومن كفر بعد ذلك فأولئك هم الفاسقون

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang beramal sholih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Allah memberi kekuasaan pada orang-orang sebelum mereka. Dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah keadaan mereka, setelah mereka dalam keadaan ketakutan menjadi aman tentram, mereka tetap mentauhidkan Aku dan tidak berbuat kesyirikan sedikitpun. Dan barangsiapa tetap kufur setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Ini janji Allah bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholih, selama mereka mentauhidkan Allah dan meninggalkan kesyirikan, maka Allah akan jadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana orang-orang yang Allah beri kekuasaan pada umat-umat terdahulu.

Inilah yang dimaksud oleh Imam Malik dalam pernyataannya, “Tidak akan menjadi baik nasib umat ini melainkan dengan apa yang telah memperbaiki generasi pendahulunya." 

Maka jika Salafiyyin mengupayakan pembenahan dari bawah tidaklah berarti ridho dengan kezaliman yang diperbuat oleh penguasa, apalagi dicap sebagai penjilat.

Salafiyyin adalah orang-orang yang berjalan di atas bimbingan dalil Al-Qur'an was Sunnah. Dalil membimbing untuk taat dalam perkara yang ma'ruf dan tidak menyelisihi syari'at, serta berlepas diri dari perkara yang mungkar. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق إنما الطاعة في المعروف

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma'ruf.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Maka siapa sebetulnya yang membolak-balik pemahaman?!

Siapa yang mengambil sebagian atsar lalu membuang sebagian yang lain?!

Siapa yang ingin merusak dan memecah belah umat ini?!

Jangan lantaran kebencian Anda terhadap Salafiyyin membuat Anda tidak berlaku adil. Berlaku adil-lah karena keadilan lebih dekat kepada taqwa. 

Fikri Abul Hasan

Rabu, 09 November 2016

'Atho bin Abi Robah Budak Hitam yang Dimuliakan Allah

Berkata Ibrohim Al-Harbi:

كان عطاء ابن ابي رباح عبيدا اسود لامرأة من مكة وكان انفه كأنه بالاقة قال وجاء سليمان بن عبد الملك امير المؤمنين الى عطاء هو وابناه فجلسوا اليه وهو يصلي فلما صلى انفتل اليهم فما زالوا يسألونه عن مناسك الحج وقد حول قفاه اليهم ثم قال سليمان لابنيه قوما فقاما فقال يا بني تنيا في طلب العلم فإني لا انسى ذلنا بين يدي هذا العبد الاسود

"'Atho bin Abi Robah adalah seorang budak hitam berhidung pesek kepunyaan seorang wanita di Makkah. Pada suatu hari Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdil Malik bersama kedua puteranya mendatangi 'Atho; mereka duduk menunggu 'Atho yang masih sholat. Seusai sholat 'Atho memalingkan tengkuknya (memperlihatkan separuh wajahnya) kepada mereka sedang ia tetap di tempat shalatnya. Tidak henti-hentinya Sulaiman melontarkan pertanyaan kepada 'Atho perihal manasik haji. (Setelah bertanya) Sulaiman berkata kepada kedua anaknya, "Berdirilah! Keduanya pun berdiri, dia berkata, "Wahai kedua puteraku, janganlah kalian merasa risih dalam mencari ilmu, sungguh kami tidak pernah lupa betapa hinanya kami di hadapan budak hitam itu."  (Miftah Darissa'adah 1/165)

'Atho bin Abi Robah tergolong Ulama senior dari kalangan Tabi'in, beliau belajar dari para Shahabat Nabi. Kedalaman ilmu, kefaqihannya, serta ketaqwaan beliau mengangkat dirinya sebagai mufti Makkah. Benar yang disabdakan Nabi shollallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Al-Qur’an ini sekelompok kaum dan merendahkan yang lainnya."

Abu Muhammad 'Atho bin Abi Robah lahir pada tahun 27 Hijriyah di masa kholifah 'Utsman bin 'Affan rodhiyallahu 'anhu. (Tahdzibul Kamal Al-Mizzi 20/84)

Muhammad bin Sa'd berkata, aku mendengar sebagian Ulama menyebutkan sosok 'Atho, "Beliau orang yang hitam kulitnya, picek matanya, pesek hidungnya, lumpuh dan pincang, kemudian setelah itu beliau menderita kebutaan pada matanya." (Ath-Thobaqotul Kubro 6/22)

'Atho mengambil riwayat dari sejumlah Shahabat di antaranya 'Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Hani', Abu Hurairoh, Ibnu 'Abbas, Hakim bin Hizam, Rofi' bin Khodij, Zaid bin Arqom, Zaid bin Kholid Al-Juhani, Shofwan bin Umayyah, Ibnul Zubair, Abdullah bin 'Amr, Ibnu 'Umar, Jabir, Mu'awiyah, Abu Sa'id dan yang lainnya. (Siyar A'lamin Nubala 5/79)

Murid-murid beliau di antaranya, Mujahid bin Jabr, Abu Ishaq As-Sabi'i, 'Amr bin Dinar, Az-Zuhri, Qotadah, 'Amr bin Syu'aib, Malik bin Dinar, Al-Hakam bin 'Utaibah, Salamah bin Kuhail, Al-A'masy, Ayyub As-Sakhtiyani, Mathor Al-Warroq, Manshur bin Zadzan, Manshur bin Al-Mu'tamir, Yahya bin Abi Katsir, Abu Hanifah, Jarir bin Hazim, Yunus bin 'Ubaid, Al-Aswad bin Syaiban, Ja'far Ash-Shodiq, Hajjaj bin Artho'ah, Husain Al-Mu'allim, Al-Auza'i, Ibnu Juraij, Al-Laits bin Sa'ad, Ibnu Ishaq, Muhammad bin Abdirrohman bin Abi Laila, Muslim Al-Bathin, Humam bin Yahya, Abu 'Amr bin Al-'Ala dan yang lainnya. (Siyar A'lamin Nubala 5/79)

✒_____
Fikri Abul Hasan

》》WhatsApp Group《《
"Al-Madrasah As-Salafiyyah"
WASL | " مجموعة المدرسة السلفية "

Kamis, 03 November 2016

Tanya Jawab Seputar Demonstrasi

Benarkah Abu Ishaq Asy-Syirodzi dan para Ulama pernah melakukan demonstrasi besar-besaran di masanya?

Jawab: Abu Ishaq Asy-Syirodzi dan para Ulama Hanabilah mengupayakan ingkarul mungkar bersama-sama secara langsung dengan mendatangi penguasa serta menuntut agar tempat-tempat maksiat ditutup. Jadi yang datang hanya para ahli guna menegakkan hujjah dan ultimatum secara langsung kepada penguasa. Bukan berdemonstrasi yang dalam aksinya banyak mengundang juhala' (orang-orang jahil) turun ke jalan, orang majhul (misterius) dan dari berbagai latar belakang masing-masing melebur dalam satu barisan.

Terjadinya peristiwa itu jauh sepeninggal para Shohabat Nabi persisnya pada abad ke 5 Hijriyah tahun 464 Hijriyah sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnul Jauzi dalam "Al-Muntadzhom fi Tarikhil Muluk wal Umam".

Bagaimana dengan sikap Ibnu Taimiyyah terhadap penguasanya yang menuntut diadilinya penghina Nabi dari kalangan Nashroni?

Jawab: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah saat itu hanya ditemani Al-Fariqi untuk menemui penguasa, tidak berdemonstrasi. Orang-orang yang berkumpul saat itu atas inisiatif mereka sendiri bukan Ibnu Taimiyyah yang mengerahkannya.

Peristiwa ini terjadi pada abad ke 7 tahun 693 Hijriyah sebagaimana disampaikan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir dalam "Al-Bidayah wan Nihayah".

Jika pemerintah membolehkan demonstrasi sebagai hak konstitusi apakah masih dilarang juga? Sebagian da'i menyampaikan "Ini negara demokrasi, demonstrasi adalah alat demokrasi, pemerintah mengizinkan demonstrasi"?

Jawab: Ya tetapi di lain kesempatan apa yang mereka bilang, "Demokrasi hukum thoghut, harom menaati thoghut!". Ini standar ganda dalam bersikap yang lazimnya dilakukan oleh da'i-da'i harokah.

Sebagai seorang Muslim tentu patokan kita adalah hukum Allah dan Rosul-Nya shollallahu 'alaihi wasallam, bukan hukum Demokrasi yang menyelisihi syari'at. Inilah yang akan mengangkat kewibawaan umat Islam dan mengeluarkan mereka dari keterpurukan.

Hukum Allah memerintahkan kita berlepas diri dari thoghut Demokrasi. Tetapi hukum Allah dan Rosul-Nya juga memerintahkan kita untuk menaati penguasa dalam hal yang ma'ruf (kebaikan) dan menolak perkara yang mungkar demi mewujudkan maslahat dan menolak mafsadah (kerusakan).

Terkait demonstrasi 4 November ini sebagian Ulama Saudi telah mengeluarkan fatwa yang tidak membenarkan aksi demonstrasi. Namun menurut sebagian kalangan, fatwa Ulama Saudi tidak berlaku, karena yang tau permasalahan adalah orang-orang di negeri kita sendiri?

Jawab: Informasi yang kami peroleh, sebagian Ulama Sunnah di Saudi seperti Syaikh Al-'Allamah Abdul Muhsin Al-'Abbad -hafidzhohullah- tidak membenarkan dilakukannya aksi demonstrasi dalam menyikapi penistaan Al-Qur'an. Beliau menasehatkan agar kaum Muslimin menempuh cara-cara yang syar'i yakni para ahli mendatangi penguasa tertinggi untuk menegakkan hujjah dan menyampaikan nasehat. 

Terkait demonstrasi ini tidak ada urusannya dengan domisili dan batas teritorial. Sebab hukum demonstrasi sendiri sudah jelas keharomannya, karena tasyabbuh dengan orang-orang kafir, taqlid dengan musuh-musuh Islam, membuka pintu mafsadah, bid'ah dalam ingkarul mungkar, apalagi diklaim sebagai jihad. Tidak ada yang dapat menjamin para pendemo disusupi oleh penumpang gelap. Di sini pentingnya ilmu sebelum beramal dan butuhnya umat ini dengan bimbingan para ahli dari kalangan Ulama robbani.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang Muslim?

Jawab: Serahkan kepada para ahlinya, banyak-banyak doa kepada Allah, meminta pertolongan kepada Allah, tetap bersabar istiqomah di atas sunnah dan tidak tergoda oleh fitnah.

Nabi shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’urrosyidin Al-Mahdiyyin sepeninggalku, gigitlah (sunnah-sunnah itu) dengan gigi-gigi gerahammu. Dan hati-hatilah kalian dari perkara yang baru dalam agama, karena setiap perkara yang baru dalam agama (bid’ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676 dan beliau berkata,  “Hadits hasan shohih”, Syaikh Al-Albani menshohihkannya dalam "Shohihul Jami’" 2546)

Fikri Abul Hasan

Rabu, 02 November 2016

Dalil-Dalil Demonstrasi (?)

Mohon dijelaskan tentang keabsahan riwayat di bawah ini Ustadz dan bagaimana pemahaman yang benar terhadap riwayatnya? Pasalnya riwayat ini dijadikan dalil bolehnya demonstrasi:

1. Umar berkata: “Wahai Rosulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran baik saat kita mati maupun kita hidup?” Beliau menjawab, “Tentu, demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, kalian berada di atas kebenaran baik saat kalian mati maupun saat kalian hidup.” Umar berkata, “Kalau begitu, untuk apa kita bersembunyi-sembunyi? Demi Allah Yang mengutus Anda dengan kebenaran, Anda harus keluar secara terang-terangan.” Maka kami mengeluarkan Rasulullah SAW (dan para sahabat) dalam dua barisan. Hamzah memimpin satu barisan, dan aku (Umar) memimpin barisan lainnya. Suara (langkah barisan kami) seperti deru mesin giling, sampai kami memasuki Masjidil Haram. Aku melihat orang-orang Quraisy menatap kepadaku dan kepada Hamzah. Mereka dilanda kesedihan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Sejak hari itu, Rasulullah SAW menjuluki aku Al-Faruq, dan Allah memisahkan (dengan perantaraanku) antara kebenaran dan kebatilan.” (HR. Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyatul Awliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’ dan Abu Ja’far bin Abi Syaibah dalam At-Tarikh. Hadits yang semakna diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Aslam maula Umar dari Umar RA. Lihat Tahdzib Hilyatil Auliya’ wa Thabaqatil Ashfiya’, juz I hlm. 63 dan Fathul Bari bi-Syarh Shahih Al-Bukhari, juz VIII hlm. 383)

2. Dari Iyas bin Abdullah bin Abi Dzubab RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah (kaum wanita)!” Maka Umar bin Khathab RA datang kep_ada Rasulullah SAW dan melaporkan: “Kaum wanita telah berani melawan suami-suami mereka.” Maka Rasulullah SAW member keringanan kepada kaum laki-laki untuk memukul istri-istri mereka. Tak lama kemudian banyak kaum wanita yang mengelilingi rumah keluarga Rasulullah SAW dan mengadukan kelakuan suami-suami mereka. Maka Nabi SAW bersabda, “Banyak kaum wanita telah mengelilingi keluarga Muhammad SAW sembari mengadukan kelakuan suami-suami mereka. Suami-suami seperti itu bukanlah orang-orang yang terbaik di antara kalian.” (HR. Abu Daud no. 2146, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 9122, Ibnu Majah no. 1985, Ad-Darimi no. 2265, dan Ibnu Hibban no. 4189.)

Jawab: Riwayat yang pertama, Abu Nu'aim Al-Ashfahani menyebutkan sanadnya telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Utsman bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Sholih, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Aban, dari Ishaq bin Abdillah, dari Aban bin Sholih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas (Hilyatul Auliya' 90)

Sanad riwayat ini tergolong "dho'if jiddan" (sangat lemah) karena dalam sanadnya ada rawi yang bernama Ishaq bin Abdillah bin Abi Farwah. Semua sanad berporos pada Ishaq bin Abi Farwah.

Yahya bin Ma’in berkata, Ishaq ini seorang pendusta besar. Para Ulama meninggalkan riwayat Ishaq seperti yang ditegaskan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam “Adh-Dhu’afa Al-Kabir”, Ibnu Abi Hatim dalam “Al-Jarh wat Ta’dil”, Ad-Daruquthni dalam “Adh-Dhu’afa’ wal Matrukin”. Syaikh Al-'Allamah Al-Albani memasukkan riwayat ini dalam kitab beliau yang berisi kumpulan hadits-hadits lemah dan palsu yaitu "Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah" 6531.

Maka riwayat ini mustahil menjadi hujjah meski dibubuhi dengan pencantuman "Fat-hul Bari bi Syarh Shohih Al-Bukhari". Sebab Al-Imam Al-Bukhori sendiri tidak meriwayatkan kisah batil ini dalam kitab shohihnya. 

Adapun riwayat yang kedua dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam "Shohih Sunan Abi Dawud" 2146. Tetapi dalam penerjemahannya ada tambahan pada redaksi "kaum wanita yang mengelilingi RUMAH keluarga Rasulullah". Seolah digambarkan oleh penulis bahwa para wanita keliling di luar rumah Nabi shollallahu 'alaihi wasallam berunjuk rasa meminta keadilan hukum kepada beliau. Ini pemahaman yang jauh dari kebenaran!

Perhatikan teks riwayatnya:

فأطاف بآل رسول الله صلى الله عليه و سلم نساء كثير يشكون أزواجهن

"Maka banyak kaum wanita yang datang berkumpul mengitari keluarga Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam mengadukan perbuatan suami-suami mereka."

Syaikh Al-'Allamah Muhammad Syamsul haq Al-'Adzhim Abadi menerangkan makna "Fa athoofa" yaitu:

أي اجتمع ونزل (بآل رسول الله صلى الله عليه وسلم ) أي بأزواجه 

"Berkumpul dan berdiam mengitari keluarga Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam yakni isteri-isteri beliau." ('Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud 5/31) 

Jadi para wanita mendatangi isteri-isteri Nabi dan mengadukannya dalam rumah isteri-isteri beliau shollallahu 'alaihi wasallam, bukan berkeliling bergerombol baris-berbaris di sekitar rumah Nabi berdemonstrasi layaknya para demonstran. Tidak sama sekali. 

Kesimpulannya, kedua riwayat tersebut tidak dapat menjadi landasan untuk membolehkan demonstrasi dalam kerangka amar ma'ruf nahi munkar. Penjelasan tentang haromnya demonstrasi secara mutlak sudah kami ulas beberapa waktu lalu silakan baca di sini http://manhajul-haq.blogspot.co.id/2016/10/demonstrasi-jalannya-salafut-thalih.html semoga bermanfaat.

Fikri Abul Hasan