Selasa, 28 Juli 2020

Peringatan Keras Para Ulama Madzhab dari Bahaya Ilmu Kalam

Ilmu kalam adalah ilmu yang mendalami perkara aqidah khususnya al-asma' was shifat dengan metodologi filsafat. 

Ibnu Kholdun berkata, "Ilmu kalam adalah ilmu yang menghimpun bukti-bukti aqidah keimanan melalui pendekatan rasional." (Muqoddimah Ibni Kholdun hal. 458)

Orang yang mempelajari ilmu kalam berusaha menerjemahkan dalil-dalil menurut akal pikirannya semata tanpa bimbingan petunjuk Nabi ﷺ dan para shohabatnya. Di sini poin kesesatan ilmu kalam. Sehingga banyak perkara aqidah yang jelas-jelas ditetapkan oleh dalil namun kemudian ditolak atau diterjemahkan kepada makna yang lain lantaran sulit dinalar.

Dalil-dalil Al-Qur’an was Sunnah yang secara gamblang mengabarkan keberadaan Allah tinggi di atas Arsy-Nya, juga berita tentang sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya yang Mahasempurna harus dinafikan atau dibawa kepada makna yang lain yang tidak pernah dilisankan Nabi ﷺ. 

Inilah hakikat mendahulukan akal pikiran daripada dalil sebagaimana yang telah Allah peringatkan di dalam firman-Nya:

 يا أيها الذين آمنوا لا تقدموا بين يدي الله ورسوله واتقوا الله إن الله سميع عليم 

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian lancang mendahului Allah dan Rosul-Nya, bertaqwalah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurot: 1) 

Sedangkan Ahlussunnah atau yang sering dilabeli "Salafy Wahabi" berusaha mengikuti dalil dan mengikatnya dengan petunjuk Nabi ﷺ dan para shohabat. Yaitu dengan cara itsbat (menetapkan) sifat Allah sebagaimana yang diberitakan dalam Al-Qur'an was Sunnah tanpa tamtsil (menyerupakannya dengan makhluk), tanpa takyif (menanyakan bagaimananya), tanpa tahrif (mengubahnya kepada makna yang lain). 

Dengan kata lain, semua sifat-sifat Allah dan perbuatan-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya yang Mahasempurna tidak serupa dengan sifat dan perbuatan makhluk. Dan tidak ada ruang bagi akal yang kecil lagi terbatas kapasitasnya ini untuk menjangkau kebesaran dan keagungan Al-Kholiq.

Maka ilmu kalam ini sesungguhnya warisan para filosof Yunani yang diadopsi oleh sebagian anak-anak muslimin yang merasa minder dengan sunnah Nabi ﷺ lalu berusaha melogiskan keyakinannya dan menggunakan akalnya secara tidak proporsional.

Berikut pernyataan para Ulama Ahlissunnah dari kalangan imam madzhab yang empat yang sejak dulu sudah memperingatkan umat Islam dari bahaya mempelajari ilmu kalam.

Al-Imam Abu Hanifah (150 H) berkata:

إني وجدت أهل الكلام قاسية قلوبهم غليظة أفئدتهم ولا يبالون مخالفة الكتاب والسنة

"Sungguh aku telah menjumpai ahli kalam adalah orang-orang yang keras hatinya, bebal akalnya, dan tidak peduli sekalipun menyelisihi dalil Al-Qur'an was Sunnah." (Siyar A'lamin Nubala 6/399)

Al-Imam Malik bin Anas (179 H) berkata:

أهل الكلام بئس القوم لا يسلم عليهم واعتزالهم أحب إلي 

"Ahli kalam itu sejelek-jeleknya manusia, jangan mengucapkan salam kepada mereka dan menjauhi mereka lebih aku sukai." (Al-Intiqo' hal. 34)

Al-Imam Asy-Syafii (204 H) berkata:

لأن يبتلي المرء بجميع ما نهى الله عنه ما خلا الشرك بالله خير من أن يبتليه الله بالكلام

"Sungguh bila salah seorang ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa syirik maka itu masih lebih ringan baginya daripada dia ditimpa dengan ilmu kalam.” (Hilyatul Awliya 9/111) 

Al-Imam Ahmad (241 H) berkata:

لا يفلح صاحب الكلام أبدا علماء الكلام زنادقة 

"Ahli kalam tidak akan pernah beruntung, ulamanya mereka adalah orang-orang zindiq." (Talbis Iblis hal. 83)

Demikian keras peringatan para Ulama dari bahaya ilmu kalam karena melalui pintu ilmu kalam ini muncul berbagai macam bid'ah dalam perkara aqidah seperti yang dianut oleh kalangan Syiah, Jahmiyyah, Mu'tazilah, Asy'ariyyah, Maturidiyyah maupun kelompok-kelompok di zaman sekarang yang menginduk kepada mereka. 

Para Ulama telah mencapai kata ijma' (sepakat) bahwa ahli kalam tidak tergolong Ulama yang menjadi rujukan sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Hafidzh Ibnu Abdil Barr. 

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar