Fase pertama, ini berlangsung pada masa Nabi ﷺ ketika itu hafalan lebih diandalkan daripada tulisan karena tajamnya daya ingat, cepatnya orang menghafal di samping minimnya para penulis dan sarana penulisan. Oleh karena itu Al-Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf.
Siapa saja yang mendengar ayat langsung dihafal atau menulisnya di pelepah kurma, kulit hewan, batu atau media yang lain.
Para qurro' (ahli baca dan hafal Qur'an) pada fase ini jumlahnya sangat banyak. Al-Bukhori mencatat dari Anas bin Malik bahwa Nabi ﷺ mengirim 70 qurro' kepada suatu kaum lalu mereka dihadang oleh Hayyan dari Bani Sulaim, Ri'il dan Dzakwan kisah ini sangat ma'ruf.
Termasuk para qurro' di kalangan shohabat seperti Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khotthob, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas'ud, Salim maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka'ab, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abud Darda' rodhiyallahu 'anhum.
Fase kedua, pada masa kekhilafahan Abu Bakr Ash-Shiddiq tepatnya tahun ke 12 Hijriyah. Dikarenakan banyak para qurro' yang terbunuh dalam perang Yamamah termasuk Salim maula Abi Hudzaifah maka Abu Bakr memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur'an agar terpelihara.
Abu Bakr menunjuk Zaid bin Tsabit penulis wahyu di masa Rosulullah untuk mengumpulkannya dari hafalan manusia maupun tulisan mereka sehingga Al-Qur'an berhasil dikumpulkan menjadi satu mushaf seluruhnya sampai kemudian Abu Bakr wafat, lalu mushaf itu diserahkan kepada Umar bin Al-Khotthob, lalu kemudian diserahkan kepada puteri beliau Hafshoh salah seorang isteri Nabi ﷺ.
Perlu diketahui, kaum muslimin seluruhnya sepakat atas ijtihad Abu Bakr dan menghitungnya sebagai jasa beliau yang besar. Ali bin Abi Tholib sampai berkata, "Orang yang paling besar pahalanya dalam mengumpulkan Al-Qur'an adalah Abu Bakr semoga Allah merahmati beliau."
Fase ketiga, pada masa kekhilafahan Utsman bin Affan tepatnya tahun ke 25 Hijriyah. Dikarenakan terjadi perselisihan dialek bacaan di antara manusia. Maka untuk mengatasi perselisihan itu Utsman menjadikan semua bacaan dengan satu dialek yaitu dialeknya orang-orang Quroisy karena Al-Qur'an diturunkan dengan dialek mereka sebagaimana dialeknya Nabi ﷺ begitupula dengan pembukuannya sehingga dikenal dengan nama mushaf Utsmani.
Pada fase ini Utsman membentuk tim peneliti dari para ahli yaitu Zaid bin Tsabit kembali ditunjuk, Abdullah bin Az-Zubair, Sa'id bin Al-Ash, Abdurrohman bin Al-Harits bin Hisyam yang juga mengacu kepada mushaf yang ada di tangan Hafshoh sehingga jadilah satu mushaf resmi dan disebarluaskan seperti yang sampai kepada tangan kita sekarang. Dan keputusan Utsman ini disepakati oleh kaum muslimin. (Faidah Ushul Fit Tafsir hal. 19-22 Syaikh Al-'Allamah Al-Utsaimin)
Dari ketiga fase ini kita mengetahui bahwa penulisan ayat sudah berlangsung pada masa Rosulullah ﷺ. Kemudian menjadi mushaf pada masa Abu Bakr agar wahyu terpelihara seutuhnya. Kemudian pada masa Utsman ditentukan dialek bacaannya dalam satu mushaf untuk mengatasi perselisihan.
Kesimpulannya, penulisan dan pembukuan Al-Qur'an bukanlah perkara bid'ah yang diada-adakan karena Rosulullah ﷺ telah memerintahkan kaum muslimin untuk mengikuti sunnah (petunjuk) beliau dan sunnah para Khulafaur Rosyidin di samping kesepakatan para shohabat (ijma') tergolong sebagai hujjah.
Fikri Abul Hasan
0 comments:
Posting Komentar