Minggu, 21 Juni 2020

Empat Wasiat Rosulullah ﷺ

Dari Abu Najih Al-Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu ‘anhu ia berkata:

وعظنا رسول الله ﷺ موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون فقلنا يا رسول الله كأنها موعظة مودع قال أوصيكم بتقوى الله عز وجل والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد

“Rosulullah ﷺ memberi nasihat kepada kami dengan sebuah nasihat yang menggetarkan hati kami dan meneteskan air mata kami. Ketika itu kami berkata, “Wahai Rosulullah seakan-akan ini sebuah nasihat perpisahan maka berilah wasiat untuk kami." Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kalian agar bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla dan hendaklah kalian mendengar dan taat meskipun yang memerintah kalian adalah seorang hamba sahaya.

فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة

Karena sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup sepeninggalku dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian (ketika mendapati perselisihan itu) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaurrosyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi-gigi gerahammu, dan hati-hatilah kalian dari perkara baru yang diada-adakan dalam beragama karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud 4607, At-Tirmidzi 2676 beliau berkata, “Hadits Hasan Shohih”, dishohihkan oleh Syaikh Nashir "Shohihul Jami’" 2546)

Faidah Hadits:

(1). Agama itu nasihat sebagaimana yang disebutkan Nabi ﷺ dalam hadits yang shohih.

(2). Sifat orang-orang beriman apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah keimanan mereka semakin bertambah.

(3). Nasihat beliau ﷺ dimafhumi oleh para shohabat sebagai nasihat perpisahan karena begitu mendalamnya peringatan yang beliau sampaikan seolah nasihat seperti itu belum pernah disampaikan kepada orang selain mereka. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 338)

(4). Ada empat hal yang disampaikan Nabi ﷺ dalam nasihat beliau yaitu taqwa, taat kepada penguasa muslim, berpegang teguh dengan sunnah dan menjauhi bid'ah.

(5). Hakikat taqwa dijelaskan Tholq bin Habib (ulama generasi tabiin) yaitu amalan ketaatan kepada Allah di atas cahaya Allah dan mengharap pahala Allah, serta meninggalkan kedurhakaan kepada Allah di atas cahaya Allah dan takut dari azab Allah. (Siyar A'lamin Nubala' 4/601)

(6). Taat kepada penguasa muslim hanya dalam perkara yang ma'ruf tidak dalam perkara yang munkar. Mendoakan kebaikan bagi penguasa tanpa harus memuji atau mencela meski kekuasaan itu dicapai dengan jalan yang tidak syar'i atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana hamba sahaya.

Nabi ﷺ mengingatkan, “Kelak akan ada para penguasa yang tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak berpedoman dengan sunnahku (ajaranku), dan akan muncul penguasa di tengah-tengah mereka yang berhati syaithon dalam tubuh manusia.” Hudzaifah bertanya, “Apa yang harus aku lakukan bila aku mendapati keadaan yang demikian itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kamu tetap mendengar perintah penguasa itu dan menaatinya (selama tidak menyelisihi syariat).” (HR. Muslim 1847)

(7). Menaati penguasa muslim selama tidak menyelisihi syariat di dalamnya ada jaminan kebahagiaan hidup dan dengannya akan terwujud banyak kemaslahatan." (Jami’ul Ulum wal Hikam 339)

(8). Perintah berpegang teguh dengan sunnah Nabi ﷺ dan sunnah para Khulafaurrosyidin yaitu merujuk kepada cara beragama beliau ﷺ dan cara beragama para shohabatnya ketika mendapati percekcokan di antara kaum Muslimin. Di sini ada isyarat nubuwwah bahwa di belakang hari umat beliau akan berpecah belah.

(9). Fitnah perpecahan terjadi karena masing-masing orang beragama menurut selera pikirannya, selera perasaannya, selera kelompoknya, selera kebiasaan masyarakat. Ini yang disebut beragama menurut hawa nafsu dan inilah yang sebetulnya menjadi penyebab utama perpecahan.

(10). Persatuan hakiki hanya dapat diraih apabila umat Islam mengikuti sunnah Nabi ﷺ dan sunnah para shohabat. Mengapa digandengkan dengan sunnah para shohabat? Karena generasi terbaik umat ini adalah para shohabat Nabi rodhiyallahu 'anhum. Mereka orang-orang yang paling mencintai Nabi ﷺ, paling memahami maksud beliau ﷺ, dan paling meneladani ajarannya. 

Riwayat shohih yang lain menyebutkan tentang siapa al-firqotun najiyah (golongan yang selamat) yaitu "Mereka yang beragama dengan cara beragamaku dan cara beragama para shohabatku pada hari ini."

(11). Menggigit sunnah dengan gigi geraham adalah sebagai ungkapan untuk bersabar dalam berpegang dengan sunnah-sunnah itu meski kebanyakan orang menganggapnya aneh dan meninggalkannya disebabkan kejahilan.

(12). Tidak cukup hanya mengikuti sunnah saja tetapi juga harus menjauhi lawannya yaitu bid'ah. Al-Hafidzh Ibnu Rojab berkata, "Nabi ﷺ memperingatkan umatnya dari bahaya mengikuti perkara baru yang diada-adakan dalam beragama. Hal ini dikuatkan oleh sabda beliau, “Setiap bid’ah itu sesat”. Sedangkan pengertian bid’ah adalah perkara baru yang tidak ada asal-usulnya dalam syariat. Adapun jika memang ada asalnya dari syariat yang menjadi dalil atasnya maka tidak dikatakan bid’ah menurut syariat." (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam 345)

(13). Bid'ah yang paling berbahaya adalah bid'ah dalam ranah aqidah dari sini muncul paham-paham ekstrim seperti Khowarij, Syiah, Murjiah, Qodariyyah dan segenap turunannya sampai sekarang. Bid'ah aqidah ini yang dikatakan Ulama Syafiiyyah sebagai bid'ah yang harom dan bid'ah ini yang bisa menjerumuskan pelakunya kepada kekufuran.

(14). Para Ulama juga mengingatkan bid'ah lebih disenangi iblis daripada maksiat karena maksiat dapat diharapkan taubatnya sedangkan bid'ah taubatnya sulit diharapkan.

(15). Setiap bid'ah sesat tidak ada bid'ah yang baik. Abdullah bin Umar berkata, "Setiap bid'ah sesat meski manusia memandangnya baik." (Riwayat Ibnu Batthoh dalam Al-Ibanah no. 205). Adapun bid'ah hasanah menurut sebagian Ulama pada hakikatnya bukan bid'ah menurut istilah syariat.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar