Selasa, 19 November 2019

Nasihat Untuk yang Baru Hijroh

Assalamu'alaikum, mohon nasehatnya ustadz untuk saudara-saudara kami yang baru hijroh dan baru mengenal sunnah? Jazakumullahu khoiron.

Jawab: Wa'alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya adalah nikmat berupa hidayah tawfiq yaitu petunjuk Allah dalam mengamalkan ajaran Islam sesuai tuntunan Nabi ﷺ. 

Hidayah tawfiq itulah yang selalu kita mohonkan dalam sholat sehari semalam ketika kita membaca, "Ihdinasshirothol mustaqim" (Ya Allah tunjukilah kami kepada jalan yang lurus) yaitu jalan yang ditempuh Nabi ﷺ dan para shohabat beliau rodhiyallahu 'anhum.

Adapun nasihat yang hendak kami sampaikan sebagai berikut:

(1). Ikhlaskan niat karena Allah karena ikhlas syarat utama diterimanya amalan. Dari Umar bin Al-Khotthob bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Hanyalah nilai setiap amalan itu bergantung dengan niatnya dan bagi setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang niat hijrohnya karena Allah dan Rosul-Nya maka hijrohnya dinilai untuk Allah dan Rosul-Nya, dan barangsiapa yang niat hijrohnya karena dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka nilai hijrohnya itu sesuai dengan apa yang dia niatkan." (HR. Al-Bukhori 1 dan Muslim 1907)

Amalan yang dibangun di atas pondasi keikhlasan tidak mudah goyah dan akan senantiasa berkelanjutan. Para Ulama berkata:

ما كان لله يبقى 

"Amalan yang diniatkan karena Allah akan berkelanjutan."

(2). Sibuk mempelajari ilmu syar'i utamanya ilmu yang berhubungan dengan masalah aqidah yang meliputi tauhid dan keimanan serta manhaj beragama. Ilmu ini yang menjadi tahapan utama dalam tholabul 'ilmi. Laksana pondasi bagi sebuah bangunan, semakin kuat pondasinya, maka semakin kokoh bangunan amalannya.

Bila perkara aqidah ini diabaikan maka tidak menutup kemungkinan pelakunya akan menyimpang dari jalan hijrohnya. Pikiran jahiliyahnya di masa lalu bisa saja kambuh kembali seperti yang dialami oleh sebagian orang yang baru masuk Islam di masa Nabi ﷺ, mereka minta kepada Nabi ﷺ agar dibuatkan "Dzatu Anwath" (pohon keramat) untuk mereka sebagaimana yang dilakukan kaum musyrikin, maka Nabi ﷺ mengingkarinya.

(3). Berguru kepada orang yang dikenal baik manhajnya dan aqidahnya yaitu merujuk kepada Al-Qur'an was Sunnah dengan pemahaman Salaf. Bukan dari kalangan ahli bid'ah, pendusta, atau orang yang bukan ahlinya. Al-Imam Muhammad bin Sirin berkata:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذوا دينكم 

"Ilmu ini hakikatnya agama maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian." (Muqoddimah Shohih Muslim)

Adapun menerima kebenaran bisa dari siapa saja selama dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah kebenarannya.

(4). Selektif dalam bergaul karena tidak sedikit orang yang berpaling dari jalan hijrohnya lantaran salah pergaulan. Nabi ﷺ telah memberi permisalan kawan yang baik bagai penjual minyak wangi, sedangkan kawan yang buruk bagai seorang pandai besi. Dan agama seseorang bergantung dengan agama sahabatnya.

(5). Berupaya memperbaiki penampilan sesuai petunjuk syariat sebagai wujud ketaatan, perbaikan dan memelihara syiar Islam meski masih banyak kekurangan.

(6). Jauhi perdebatan dan berkomentar dalam perkara yang bukan kapasitasnya. Debat yang dimaksud di sini adalah debat yang tercela yaitu debat logika yang jauh dari ilmu dan pemahaman. Perbuatan seperti itu akan mengeraskan hati, mewariskan kemunafikan serta melalaikan diri dari hal-hal yang bermanfaat. Nabi ﷺ berpesan, "Aku menjamin sebuah rumah di bagian depan surga bagi orang yang meninggalkan miro' (debat logika) meski dia sebagai pihak yang benar." (HR. Abu Dawud 273 dihasankan Syaikh Nashir)

(7). Banyak berdoa kepada Allah agar diberi keistiqomahan dan istiqomah tidak menafikan adanya kekurangan. Doa yang dicontohkan Nabi ﷺ sebagai berikut, "Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi 'ala dinik", (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu). (HR. At-Tirmidzi 2140 dishohihkan Syaikh Nashir)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar