Jumat, 29 Mei 2020

Anjuran Puasa 6 Hari Bulan Syawwal

Dari Abu Ayyub Al-Anshori bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:

من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر

"Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawwal maka dia seperti berpuasa selama setahun." (HR. Muslim 1164)

Hadits ini dalil yang menunjukkan dianjurkannya puasa enam hari pada bulan Syawwal dan ini madzhabnya Asy-Syafii, Ahmad, Dawud Adz-Dzhohiri serta para Ulama yang lain. 

Keutamaannya seperti puasa setahun karena satu kebaikan di sisi Allah pahalanya diganjar dengan sepuluh kali lipat. Orang yang telah menjalankan puasa Romadhon dengan sempurna selama sebulan nilai pahalanya sama dengan 10 bulan, sedangkan puasa enam hari di bulan Syawwal nilai pahalanya sama dengan 60 hari/2 bulan maka keduanya terhitung setahun. 

Dari Tsauban bahwa Rosulullah ﷺ bersabda:

صيام شهر رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام سنة

“Puasa Romadhon selama sebulan sepadan dengan sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari bulan Syawwal sepadan dengan dua bulan, demikianlah puasa setahun penuh.” (HR. An-Nasa’i "Al-Kubro" 2/163)

Adapun pendapat Imam Malik yang mengkhawatirkan bid'ahnya puasa Syawwal maka itu ijtihad beliau lantaran belum sampainya riwayat tersebut kepada beliau sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidzh Ibnu Abdil Barr.

Yahya berkata, “Aku mendengar Imam Malik mengatakan tentang puasa enam hari setelah Iedul Fithri, “Aku tidak melihat seorangpun dari ahli fiqh berpuasa enam hari di bulan Syawwal dan belum sampai kepadaku tentang hal itu dari kalangan Salaf dan sesungguhnya para Ulama melarang karena khawatir hal tersebut termasuk bid'ah.” (Al-Muwattho’ hal. 210)

Di sini ada faidah penting bahwa setinggi apapun keilmuan dan kedudukan seorang alim terkadang ada riwayat shohih yang belum diketahuinya atau belum sampai kepadanya dan itu bukanlah aib. 

Maka ijtihad Imam Malik kita kembalikan kepada ucapan beliau yang terkenal:

كل يؤخذ من كلامه ويرد إلا صاحب هذا القبر

“Semua omongan bisa diambil dan bisa ditolak kecuali omongan penghuni kubur ini (yaitu Nabi ﷺ).” (Riwayat Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami’ 2/91)

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar