Senin, 16 Maret 2020

Kalimat Tauhid "Laa Ilaaha Illallooh" Ada Syarat-Syaratnya

Salah seorang ulama generasi tabiin Wahb bin Munabbih pernah ditanya, "Bukankah kunci surga itu "Laa Ilaaha Illallaah"? 

Beliau menjawab,

بلى ولكن ليس من مفتاح إلا له أسنان فإن أتيت بمفتاح له أسنان فتح لك وإلا لم يفتح

"Benar akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ada geriginya, apabila engkau memiliki kunci yang bergerigi maka pintu itu akan terbuka, jika tidak maka pintu itu tetap tertutup.” 

(Hilyatul Awliya’ 4/66)

Gerigi kunci yang dimaksud di atas adalah syarat-syarat laa ilaaha illallaah. Sebagaimana sholat memiliki syarat yang menentukan keabsahannya maka kalimat tauhid juga memiliki syarat yang ketiadaannya menjadi tidak berguna.

Para ulama menyebutkan ada tujuh syarat kalimat tauhid laa ilaaha illallaah,

1). Ilmu (berilmu) yang menghilangkan jahl (kebodohan).
2). Yaqin (keyakinan) yang menghilangkan syakk (keraguan).
3). Ikhlas (kemurnian hati) yang meniadakan syirk (menyekutukan).
4). Qobul (menerima) yang menghilangkan rodd (menolak).
5). Shidq (jujur) yang meniadakan kadzib (dusta).
6). Inqiyad (tunduk) yang tidak disertai tark (meninggalkan).
7). Mahabbah (cinta) yang tidak diiringi baghdho' (kebencian).

Ketujuh syarat ini harus dipenuhi oleh siapa saja yang mengikrarkan kalimat tauhid. Jika tidak, maka kalimat tersebut tidak akan berguna di sisi Allah sekalipun dilantunkan ribuan kali setiap harinya.

Di samping syarat-syarat, kalimat tauhid juga mempunyai dua rukun yang harus diperhatikan, 

1). An-Nafyu (peniadaan) yang terkandung dalam kalimat “Laa ilaaha” (tidak ada sesembahan yang benar) yaitu meniadakan seluruh sesembahan selain Allah apakah dalam bentuk keris, kuburan yang dikeramatkan, sosok yang dikultuskan.

2). Al-Itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat “illallaah” (hanya Allah semata) yaitu menetapkan hanya Allah satu-satuNya Dzat yang diberikan penghambaan dengan cara yang diridhoi-Nya. 

Kedua rukun ini merupakan konsekuensi dari kalimat tauhid yang direalisasikan oleh Nabi Ibrohim tatkala beliau mengingkari ayahnya dan kaumnya yang menghamba kepada selain Allah, 

"Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah tetapi (aku hanya menyembah) Tuhan yang menciptakan aku." (Az-Zukhruf: 26-27)

Yakni beliau antipati terhadap kesyirikan dan bersikap konsisten dengan berlepas diri dari para penganutnya sekalipun ayah beliau sendiri.

Dari sini kita menyadari pentingnya mempelajari aqidah yang benar agar kalimat tauhid yang kita lisankan bukan sekedar simbolis atau pemanis bibir belaka.

Akan tetapi dipahami dengan baik kandungan maknanya, dipenuhi syarat-syaratnya, serta dijalankan konsekuensinya karena itu yang menjadi ruh dari kalimat tauhid.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar