Rabu, 08 Mei 2019

Rincian Hukum Wanita Hamil & Menyusui Apabila Tidak Berpuasa

Wanita yang hamil dan menyusui jika tidak puasa apakah diwajibkan baginya qadha dan membayar fidyah? Syukran jazakumullah khair ustadz

Jawab: Ada perbedaan pendapat di antara Ulama terkait wanita yang hamil dan menyusui apabila dia tidak berpuasa. Di antara Ulama ada yang berpendapat:

(1). Wajib mengqodho saja, ini pendapatnya Abu Hanifah.
(2). Bila khawatir terhadap dirinya saja wajib mengqodho, namun bila khawatir terhadap anaknya wajib mengqodho disertai fidyah, ini pendapatnya Asy-Syafii dan Ahmad.
(3). Membayar fidyah tanpa qodho.
(4). Bila khawatir terhadap dirinya atau anaknya membayar fidyah, bila tidak khawatir maka kewajibannya qodho.

Pendapat Ulama yang kami lebih cenderung padanya adalah pendapat yang keempat. Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu 'anhuma berkata: 

رخص للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة في ذلك وهما يطيقان الصوم أن يفطرا إن شاءا أو يطعما كل يوم مسكينا ولا قضاء عليهما ثم نسخ ذلك في هذه الآية {فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ} وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة إذا كانا لا يطيقان الصوم والحبلى والمرضع إذا خافتا أفطرتا وأطعمتا كل يوم مسكينا

“Rukhshoh (keringanan) diberikan bagi laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia meski mereka mampu berpuasa untuk berbuka bila ia mau, atau memberi makan satu orang miskin setiap harinya tanpa mengqodhonya. Kemudian ketentuan itu dihapus dengan ayat, "Barangsiapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah dia berpuasa di bulan itu." (Al-Baqoroh: 185). Akan tetapi ketentuan itu tetap berlaku bagi laki-laki dan wanita yang sudah lanjut usia jika mereka tidak sanggup berpuasa serta bagi wanita hamil dan menyusui apabila mereka mengkhawatirkan dirinya atau anaknya, untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap harinya.” (Riwayat Ibnul Jarud 381 dishohihkan Syaikh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 4/18)

Ibnu Abbas berkata kepada Ummu Walad miliknya yang sedang hamil atau menyusui:

أنت بمنزلة الذين لا يطيقونه ، عليك الفداء ولا صوم عليك

“Kondisimu seperti orang-orang yang tidak mampu berpuasa, wajib bagimu membayar fidyah dan tanpa mengqodhonya dengan puasa.” (Riwayat Ath-Thobari 2761, Ad-Daruquthni 2382, dishohihkan Syaikh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 4/19)

Ibnu Abbas dahulu memiliki seorang budak wanita yang sedang menyusui namun budak wanita itu merasa berat untuk puasa, maka Ibnu Abbas memerintahkannya untuk berbuka yaitu dengan memberi makan dan tidak mengqodhonya." (Riwayat Ad-Daruquthni 2384 sanadnya hasan)

Dari Ibnu Umar, bahwa isterinya yang sedang hamil pernah bertanya kepadanya tentang kewajiban puasa. Maka Ibnu Umar berkata, “Berbukalah dan berilah makan satu orang miskin sebagai ganti setiap harinya dan jangan kamu mengqodhonya." (Riwayat Ad-Daruquthni 2388 sanadnya jayyid - Syaikh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 4/20)

Riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar di atas menunjukkan bahwa wanita hamil dan menyusui jika mengkhawatirkan dirinya atau anaknya bila tidak berpuasa cukup dengan membayar fidyah. Namun jika dia tidak mengkhawatirkan dirinya atau anaknya maka kewajibannya qodho puasa. Hal ini dengan menjamak (mengompromikan) riwayat Ibnu Abbas yang lain:

تفطر الحامل والمرضع في رمضان ، وتقضيان صياما ولا تطعمان

“Wanita hamil dan menyusui boleh berbuka di bulan Romadhon dan keduanya mengqodho puasa tanpa memberi makan (fidyah).” (Riwayat Abdurrozzaq dalam "Al-Mushonnaf" 7564 sanadnya shohih)

Adapun riwayat Ibnu Umar yang menganggap tidak cukup membayar fidyah saja tetapi disertai qodho maka statusnya dho'if (lemah) karena dalam sanadnya ada Muhammad bin Abdirrohman bin Abi Labibah.

Maka fatwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar rodhiyallahu 'anhuma dalam kasus ini dapat menjadi hujjah karena tidak bertentangan dengan dalil dan tidak diselisihi oleh para shohabat Nabi yang lainnya. Sedangkan pendapat Ali bin Abi Tholib yang mewajibkan qodho saja maka bisa dikompromikan yakni apabila wanita hamil dan menyusui dalam kondisi tidak mengkhawatirkan dirinya dan anaknya. Wa billaahit tawfiq.

Fikri Abul Hasan

0 comments:

Posting Komentar